Apa sih definisi feature? Menurut Asep Syamsul M.
Romli dalam bukunya Jurnalistik Praktis, dikatakan bahwa para ahli jurnalistik
belum ada kesepakatan mengenai batasan feature. Masing-masing ahli memberikan
rumusannya sendiri tentang feature. Jadi, tidak ada rumusan tunggal tentang
pengertian feature. Yang jelas, feature adalah sebuah tulisan jurnalistik juga,
namun tidak selalu harus mengikuti rumus klasik 5W + 1 H dan bisa dibedakan
dengan news, artikel (opini), kolom, dan analisis berita.
Jadi feature
merupakan bentuk tulisan yang dalam dan
enak untuk disimak. Kisahnya deskriptif, memaparkan peristiwa secara objektif,
sehingga bisa membangkitkan bayangan-bayangan kejadian yang sesungguhnya kepada
pembaca. Redaktur Senior Majalah Gatra, Yudhistira ANM Massardi, mengatakan,
Feature bukan karya fiksi, tapi karya jusnalistik. Karenanya, Featur harus
memiliki satu makna, satu arti, tidak seperti karya sastra yang banyak arti
tergantung si pembacanya. Feature juga disebut karya “sastra jurnalistik”
karena sangat bertumpu pada kekuatan deskripsi yakni mampu mengambarkan situasi
dan suasana secara rinci, hidup, berkeringat (basah), beraroma, membuka pintu
akal, membetot perhatian, meremas perasaan, sehingga imajinasi pembaca terbawa
ke tempat peristiwa.
Jadi, Jika dalam penulisan berita yang diutamakan
ialah pengaturan fakta-fakta, maka dalam penulisan feature kita dapat memakai
teknik ‘’mengisahkan sebuah cerita’’. Itulah kunci perbedaan antara berita
‘’keras’’ (spot news) dan feature. Penulis feature pada hakikatnya adalah
seorang yang berkisah. Penulis melukis gambar dengan kata-kata: ia menghidupkan
imajinasi pembaca; ia menarik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan
membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama. Penulis feature untuk
sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu
bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada
aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera
menerobos aturan itu.
Asep Syamsul M. Romli menjelaskan bahwa dari
sejumlah pengertian feature yang ada, dapat ditemukan beberapa ciri khas
tulisan feature, antara lain:
1. Mengandung segi human interest
Tulisan feature memberikan penekanan pada
fakta-fakta yang dianggap mampu menggugah emosi—menghibur, memunculkan empati
dan keharuan. Dengan kata lain, sebuah feature juga harus mengandung segi human
interest atau human touch—menyentuh rasa manusiawi. Karenanya, feature termasuk
kategori soft news (berita ringan) yang pemahamannya lebih menggunakan emosi.
Berbeda dengan hard news (berita keras), yang isinya mengacu kepada dan
pemahamannya lebih banyak menggunakan pemikiran.
2. Mengandung unsur sastra
Satu hal penting dalam sebuah feature adalah ia
harus mengandung unsur sastra. Feature ditulis dengan cara atau gaya menulis
fiksi. Karenanya, tulisan feature mirip dengan sebuah cerpen atau novel—bacaan
ringan dan menyenangkan—namun tetap informatif dan faktual. Karenanya pula,
seorang penulis feature pada prinsipnya adalah seorang yang sedang bercerita.
Jadi, feature adalah jenis berita yang sifatnya
ringan dan menghibur. Ia menjadi bagian dari pemenuhan fungsi menghibur
(entertainment) sebuah surat kabar.
UNRUR-UNSUR PENULISAN FEATURE
Unsur penulisan feature menurut Williamson ada 5
yaitu:
1. Kreatifitas (creativity).
Laporan feature harus mengkreasikan sudut pandang
penulis berdasarkan riset terhadap fakta-fakta yang telah ditelusuri.
2. Subjektivitas (subjectivity).
Sangat mungkin menggunakan sudut pandang orang
pertama, atau “saya” dengan emosi campur nalar, sebagai cara mendapatkan
fakta-fakta.
3. Informatif (informativeness).
Materi
laporan tentang hal yang ringan, namun berguna bagi masyarakat. Seperti situasi
saat peristiwa terjadi dan tidak diliput media lain.
4. Menghibur (entertainment).
Laporan
harus berwarna-warni terhadap berita-berita rutin seperti pembunuhan,
selingkuh, bencana alam dll, sehingga pembaca larut dalam kesedihan atau malah
tertawa terbahak-bahak.
5. Tidak Dibatasi Waktu (unperishable).
Bahwa feature tidak lapuk dimakan deadline, karena
topiknya dibahas secara mendalam.
JENIS-JENIS FEATURE
1.
Feature kepribadian (Profil)
Profil mengungkap manusia yang menarik. Misalnya,
tentang seseorang yang secara dra-matik, melalui berbagai liku-liku, kemudian
mencapai karir yang istimewa dan sukses atau menjadi terkenal karena
kepribadian mereka yang penuh warna.
Agar efektif, profil seperti ini harus lebih dari
sekadar daftar pencapaian dan tanggal-tang-gal penting dari kehidupan si
individu. Profil harus bisa mengungkap karakter manusia itu. Untuk memperoleh
informasi yang dibutuhkan, penulis feature tentang pribadi seperti ini seringkali
harus mengamati subyek mereka ketika bekerja; mengunjungi rumah mereka dan
mewawancara teman-teman, kerabat dan kawan bisnis mereka.
Profil yang komplit sebaiknya disertai
kutipan-kutipan si subyek yang bisa meng-gambarkan dengan pas karakternya. Profil
yang baik juga semestinya bisa memberikan kesan kepada pembacanya bahwa mereka
telah bertemu dan berbicara dengan sang tokoh.
Banyak sumber yang diwawancara mungkin secara
terbuka berani mengejutkan Anda dengan mengungkap rahasia pribadi atau anekdot
tentang si subyek. Tapi, banyak sumber lebih suka meminta agar identitasnya
dirahasiakan. Informasi sumber-sumber itu penting untuk memberikan balans dalam
penggambaran si tokoh.
2.
Feature sejarah
Feature sejarah memperingati tanggal-tanggal dari
peristiwa penting, seperti proklamasi kemerdekaan, pemboman Hiroshima atau
pembunuhan jenderal-jenderal revolusi. Koran juga sering menerbitkan feature
peringatan 100 tahun lahir atau meninggalnya seorang tokoh.
Kisah feature sejarah juga bisa terikat pada peristiwa-peristiawa
mutakhir yang mem-bangkitkan minat dalam topik mereka. Jika musibah gunung api
terjadi, koran sering memuat peristiwa serupa di masa lalu.
Feature sejarah juga sering melukiskan landmark
(monumen/gedung) terkenal, pionir, fi-losof, fasilitas hiburan dan medis,
perubahan dalam komposisi rasial, pola perumahan, makanan, industri, agama dan
kemakmuran.
Setiap kota atau sekolah memiliki peristiwa menarik
dalam sejarahnya. Seorang penulis feature yang bagus akan mengkaji lebih
tentang peristiwa-peristiwa itu, mungkin dengan dokumen historis atau dengan
mewawancara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa bersejarah.
3.
Feature petualangan
Feature petualangan melukiskan
pengalaman-pengalaman istimewa dan mencengangkan — mungkin pengalaman seseorang
yang selamat dari sebuah kecelakaan pesawat ter-bang, mendaki gunung, berlayar
keliling dunia, pengalaman ikut dalam peperangan.
Dalam feature jenis ini, kutipan dan deskripsi
sangat penting. Setelah bencana, misalnya, penulis feature sering menggunakan
saksi hidup untuk merekontruksikan peristiwa itu sendiri. Banyak penulis
feature jenis ini memulai tulisannya dengan aksi — momen yang paling menarik
dan paling dramatis.
4.
Feature musiman
Reporter seringkali ditugasi untuk menulis feature
tentang musim dan liburan, tentang Ha-ri Raya, Natal, dan musim kemarau. Kisah
seperti itu sangat sulit ditulis, karena agar tetap menarik, reporter harus
menemukan angle atau sudut pandang yang segar.
Contoh yang bisa dipakai adalah bagaimana seorang
penulis menyamar menjadi Sin-terklas di Hari Natal untuk merekam respon atau
tingkah laku anak-anak di seputar hara raya itu.
5.
Feature Interpretatif
Feature dari jenis ini mencoba memberikan deskripsi
dan penjelasan lebih detil terhadap topik-topik yang telah diberitakan. Feature
interpretatif bisa menyajikan sebuah or-ganisasi, aktifitas, trend atau gagasan
tertentu. Misalnya, setelah kisah berita meng-gambarkan aksi terorisme, feature
interpretatif mungkin mengkaji identitas, taktik dan tujuan terotisme.
Berita memberikan gagasan bagi ribuan feature
semacam ini. Setelah perampokan bank, feature interpretatif bisa saja
menyajikan tentang latihan yang diberikan bank kepada pegawai untuk menangkal
perampokan. Atau yang mengungkap lebih jauh tipikal pe-rampok bank, termasuk
peluang perampok bisa ditangkap dan dihukum.
6.
Feature kiat (how-to-do-it feature)
Feature ini berkisah kepada pembacanya bagaimana
melakukan sesuatu hal: bagaimana membeli rumah, menemukan pekerjaan, bertanam
di kebun, mereparasi mobil atau mem-pererat tali perkawinan.
Kisah seperti ini seringkali lebih pendek ketimbang
jenis feature lain dan lebih sulit dalam penulisannya. Reporter yang belum
berpengalaman akan cenderung menceramahi atau mendikte pembaca — memberikan
opini mereka sendiri — bukannya mewawancara sum-ber ahli dan memberikan advis
detil dan faktual.
STRUKTUR PENULISAN FEATURE
Berikut adalah bagian-bagian serta beberapa hal
yang perlu diketahui sebelum menulis feature
1. Judul.
Judul sebuah feature memiliki peran cukup besar
dalam menarik minat pembaca membaca feature tersebut. Oleh karena itu judul
hendaknya memiliki beberapa sifat sebagai berikut:
a. Atraktif
(menarik perhatian) namun tidak bombastis
b. Memuat
inti terpenting dari tulisan
c. Komunikatif,
mudah dipahami, jelas, ringkas, padat dan sederhana
d. Logis,
dalam artian bersifat pasti dan dapat dipercaya.
2. Lead
Mari kita tinggalkan difinisi apa itu feature dan
kita langsung ke teknik penulisannya. Ini yang lebih penting. Kita tahu bahwa
berita umumnya ditulis dengan teknik piramida terbalik dan harus memenuhi unsur
5 W + 1 H (what, who, why, when, where: apa, siapa, mengapa, kapan, di mana,
bagaimana).
Untuk penerbitan berupa koran, susunan piramida
terbalik ini penting karena jika terjadi pemotongan karena tak ada tempat,
pemotongan langsung dilakukan dari bagian belakang. Ini berarti lead berita itu
pastilah yang terpenting dari isi berita itu sendiri. Ini harus memikat, tanpa
itu berita tak menarik perhatian. Feature hampir sama dalam masalah lead,
artinya harus memikat.
Tetapi feature tidak tunduk pada ketentuan piramida
terbalik. Feature ditulis dengan teknik lead, tubuh dan ending (penutup).
Penutup sebuah feature hampir sama pentingnya dengan lead. Mungkin di sana ada
kesimpulan atau ada celetukan yang menggoda, atau ada sindiran dan sebagainya.
Karena itu kalau memotong tulisan feature, tak bisa main gampang mengambil
paling akhir.
Semua bagian dalam fetaure itu penting. Namun yang
terpenting memang lead, karena di sanalah pembuka jalan. Gagal dalam menuliskan
lead pembaca bisa tidak meneruskan membaca. Gagal berarti kehilangan daya
pikat. Di sini penulis feature harus pandai betul menggunakan kalimatnya.
Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu.Tak
ada teori yang baku bagaimana menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan
pengalaman dan juga perkembangan. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh
lead saya sebutkan di sini:
Lead Ringkasan:
Lead ini hampir sama saja dengan berita biasa, yang
ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature menulis lead gaya ini
karena gampang.
Misal:
Walaupun dengan tangan buntung, Pak Saleh sama
sekali tak merasa
rendah diri bekerja sebagai tukang parkir di depan
kampus itu.
Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah
tukang parkir bernama Pak Saleh yang cacat. Yang berminat bisa meneruskan
membaca, yang tak berminat — apalagi sebelumnya tak ada berita tentang Pak
Saleh itu — bisa melewatkan begitu saja.
Lead Bercerita:
Lead ini menciptakan suatu suasana dan membenamkan
pembaca seperti ikut jadi tokohnya.
Misal:
Anggota Reserse itu melihat dengan tajam ke arah
senjata lelaki di
depannya. Secepat kilat ia meloncat ke samping dan
mendepak senjata
lawannya sambil menembakkan pistolnya. Dor… Preman
itu tergeletak
sementara banyak orang tercengang ketakutan
menyaksi kan adegan yang
sekejap itu …..
Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal
feature itu bercerita tentang operasi pembersihan preman-preman yang selama ini
mengacau lingkungan pemukiman itu.
Lead Deskriptif:
Lead ini menceritakan gambaran dalam pembaca
tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Biasanya disenangi oleh penulis yang
hendak menulis profil seseorang.
Misal:
Keringat mengucur di muka lelaki tua yang tangannya
buntung itu,
sementara pemilik kendaraan merelakan uang
kembalinya yang hanya dua
ratus rupiah. Namun lelaki itu tetap saja merogoh
saku dengan tangan
kirinya yang normal, mengambil dua koin ratusan.
Pak Saleh, tukang
parkir yang bertangan sebelah itu, tak ingin
dikasihani …..
Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi
penulisnya ingin membuat kisah Pak Saleh yang penuh warna.
Lead Kutipan:
Lead ini bisa menarik jika kutipannya harus
memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak klise.
Misal:
“Saya lebih baik tetap tinggal di penjara,
dibandingkan bebas dengan
pengampunan. Apanya yang diampuni, saya kan tak
pernah bersalah,” kata
Sri Bintang Pamungkas ketika akan dibebaskan dari
LP Cipinang. Walau
begitu, Sri Bintang toh mau juga keluar penjara
dijemput
anak-istri.. .. dan seterusnya.
Pembaca kemudian digiring pada kasus pembebasan
tapol sebagai tekad pemerintahan yang baru. Hati-hati dengan kutipan klise.
Contoh:
“Pembangunan itu perlu untuk mensejahterakan rakyat
dan hasil-hasilnya
sudah kita lihat bersama,” kata Menteri X di depan
masa yang melimpah
ruah.
Pembaca sulit terpikat padahal bisa jadi yang mau
ditulis adalah
sebuah feature tentang keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan yang
agak unik.
Lead
Pertanyaan:
Lead ini menantang rasa ingin tahu pembaca, asal
dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya
satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat berikutnya sudah alinea baru.
Misal:
Untuk apa mahasiswa dilatih jurnalistik? Memang ada
yang sinis dengan
Pekan Jurnalistik Mahasiswa yang diadakan ini.
Soalnya, penerbitan
pers di kampus ini tak bisa lagi mengikuti
kaidah-kaidah jurnalistik
karena terlalu banyaknya batasan-batasan dan
larangan ….
Pembaca kemudian disuguhi feature soal bagaimana
kehidupan pers kampus di sebuah perguruan tinggi.
Lead Menuding:
Lead ini berusaha berkomunikasi langsung dengan
pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata “Anda” atau “Saudara”. Pembaca sengaja
dibawa untuk menjadi bagian cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada
persoalan.
Misal:
Saudara mengira sudah menjadi orang yang baik di
negeri ini. Padahal,
belum tentu. Pernahkah Saudara menggunakan jembatan
penyeberangan
kalau melintas di jalan? Pernahkah Saudara naik ke
bus kota dari pintu
depan dan tertib keluar dari pintu belakang?
Mungkin tak pernah sama
sekali. Saudara tergolong punya disiplin yang,
maaf, sangat kurang.
Pembaca masih penasaran feature ini mau bicara apa.
Ternyata yang disoroti adalah kampanye disiplin nasional.
Lead Penggoda:
Lead ini hanya sekadar menggoda dengan sedikit
bergurau. Tujuannya untuk menggaet pembaca agar secara tidak sadar dijebak ke
baris berikutnya. Lead ini juga tidak memberi tahu, cerita apa yang disuguhkan
karena masih teka-teki.
Misal:
Kampanye menulis surat di masa pemerintahan
Presiden Soeharto ternyata
berhasil baik dan membekas sampai saat ini. Bukan
saja anak-anak
sekolah yang gemar menulis surat, tetapi juga para
pejabat tinggi di
masa itu keranjingan menulis surat.
Nah, sampai di sini pembaca masih sulit menebak,
tulisan apa ini?
Alinea berikutnya:
Kini, ada surat yang membekas dan menimbulkan
masalah bagi rakyat
kecil. Yakni, surat sakti Menteri PU kepada
Gubernur DKI agar putra
Soeharto, Sigit, diajak berkongsi untuk menangani
PDAM DKI Jakarta.
Ternyata bukannya menyetor uang tetapi mengambil
uang setoran PDAM
dalam jumlah milyaran…. dan seterusnya.
Pembaca mulai menebak-nebak, ini pasti feature yang
bercerita tentang kasus PDAM DKI Jaya. Tetapi, apa isi feature itu, apakah
kasus kolusinya, kesulitan air atau tarifnya, masih teka-teki dan itu dijabarkan
dalam alinea berikutnya.
Lead Nyentrik:
Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi
atau sepotong kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah
dan hidup cara penyajiannya.
Misal:
Reformasi total.
Mundur.
Sidang Istimewa.
Tegakkan hukum.
Hapus KKN.
Teriakan itu bersahut-sahutan dari sejumlah
mahasiswa di halaman
gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi rakyat
…. dst….
Pembaca digiring ke persoalan bagaimana tuntutan
reformasi yang disampaikan mahasiswa.
Lead Gabungan:
Ini adalah gabungan dari beberapa jenis lead tadi.
Misal:
“Saya tak pernah mempersoalkan kedudukan. Kalau
memang mau diganti,
ya, diganti,” kata Menteri Sosial sambil berjalan
menuju mobilnya
serta memperbaiki kerudungnya. Ia tetap tersenyum
cerah sambil menolak
menjawab pertanyaan wartawan. Ketika hendak menutup
pintu mobilnya,
Menteri berkata pendek: “Bapak saya sehat kok,
keluarga kami semua
sehat….”
Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead
apa pun bisa digabung-gabungkan.
3. Batang Tubuh
Yang pertama diperhatikan adalah fokus cerita
jangan sampai menyimpang. Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat
sederhana dan pendek-pendek.
Deskripsi, baik untuk suasana maupun orang
(profil), mutlak untuk pemanis sebuah feature. Kalau dalam berita, cukup
begini: Pak Saleh mendapat penghargaan sebagai tukang parkir teladan. Paling
hanya dijelaskan sedikit soal Pak Saleh. Tapi dalam feature, saudara dituntut
lebih banyak. Profil lengkap Pak Saleh diperlukan, agar orang
bisa membayangkan.
Tapi tak bisa dijejal begini:
Pak Saleh, tukang parkir di depan kampus itu, yang
tangan kanannya buntung, umurnya 50 tahun, anaknya 9, rumahnya di Depok, dapat
penghargaan.
Data harus dipecah-pecah. Alenia pertama cukup
ditulis:
Pak saleh, 50 tahun, dapat penghargaan. Lalu
jelaskan dari siapa penghargaan itu dan apa sebabnya. Pak Saleh yang tangannya
buntung itu merasakan cukup haru, ketika Wali Kota….
Di bagian lain disebut: “Saya tidak mengharapkan, ”
kata lelaki dengan 9 anak yang tinggal di Depok ini. Dan seterusnya.
Anekdot perlu untuk sebuah feature. Tapi jangan
mengada-ada dan dibikin-bikin. Dan kutipan ucapan juga penting, agar pembaca
tidak jenuh dengan suatu reportase.
Detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul
dan kapan tidak.
Preman itu tertembak dalam jarak 5 meter lebih 35
centi 6 melimeter… , apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 5 meter. Tapi, gol
kemenangan Persebaya dicetak pada menit ke 43, ini penting. Tak bisa disebut
sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main. Dalam olahraga
sepakbola, menit ke 43 beda jauh dengan menit ke 30. Bahkan dalam atletik,
waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik.Ini sudah menyangkut bahasa
jurnalistik, nanti ada pembahasan khusus soal ini.
4. Ending
Jika batang tubuh sudah selesai, tinggallah membuat
penutup. Dalam berita tidak ada penutup. Untuk feature setidak-tidaknya ada
empat jenis penutup.
Penutup Ringkasan:
Sifatnya merangkum kembali cerita-cerita yang lepas
untuk mengacu kembali ke intro awal atau lead.
Penutup Penyengat:
Membuat pembaca kaget karena sama sekali tak
diduga-duga. Seperti kisah detektif saja. Misalnya, menulis feature tentang
bandit yang berhasil ditangkap setelah melawan. Kisah sudah panjang dan seru,
pujian untuk petugas sudah datang, dan bandit itu pun sudah menghuni sel. Tapi,
ending feature adalah: Esok harinya, bandit itu telah kabur kembali. Ending ini
disimpan sejak tadi.
Penutup Klimak:
Ini penutup biasa karena cerita yang disusun tadi
sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya jelas. Di masa lalu, ada kegemaran
menulis ending yang singkat dengan satu kata saja: Semoga. Sekarang hal seperti
ini menjadi tertawaan. Ini sebuah bukti bahwa setiap masa ada kekhasannya.
Penutup tanpa Penyelesaian:
Cerita berakhir dengan mengambang. Ini bisa taktik
penulis agar pembaca merenung dan mengambil kesimpulan sendiri, tetapi bisa
pula masalah yang ditulis memang menggantung, masih ada kelanjutan, tapi tak
pasti kapan.