X Mipa B - Sinar Cendekia Islamic Senior High School |
Guru berasal dari Bahasa Sanskerta, merupakan gabungan dari dua kata 'gu' dan 'ru',
yang berarti kegelapan (darknes) dan terang (light). Seorang
guru membawa kita dari ketidaktahuan menjadi tahu, mengubah kita dari tidak
paham menjadi paham. (Kusmayanto Kadiman - Rektor ITB 2001-2004 &
Menristek RI 2004-2009)
Kutipan tersebut saya ambil dari catatan sbuku laris yang di tulis oleh
Jansen Sinamo yang berjudul "8 Etos Keguruan" hal tersebut
sangat menggelitik terutama bagi kita yang mendedikasikan
hidup sebagai "guru" (sekolah dasar, perguruan tinggi, atau lembaga
pendidikan formal atau luar sekolah lainnya). Sudah benar dan sudah pahamkah
kita (guru) dalam menjalankan tugas mulia kita tersebut, telah berhasilkah kita
dalam membawa siswa-siswa kita dari kegelapan menuju terang, dari tidak tahu
menjadi tahu, kalaupun sudah apakah cara yang kita lakukan benar-benar tepat,
tepat benar atau tidak kedua-duanya?
Maka dari itu, penting kiranya di peringatan Hari Guru 2014 ini kita
memahami tentang tugas dan peran kita sebagai guru yang senantiasa terus
berupaya untuk mengembangkan diri dan meningkatkan keprofesionalitasan kita
agar dapat menghasilkan generasi-generasi terbaik untuk bangsa dengan menulis
catatan-catan pendek tentang sejarah, masa kini dan masa depan yang bisa kita
baca dan kita jadikan bahan analisa serta evaluasi diri.
Sejarah Hari Guru Nasional
Pemerintah Republik Indonesia menetapkan 25 November diperingati sebagai
Hari Guru Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 dan mulai
diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.
100 hari pasca reformasi 25 November 1945 juga ditetapkan sebagai hari
lahir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Cikal bakal PGRI sudah ada
sejak tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang
bersifat unitaristik dan beranggotakan para guru bantu, guru
desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Selain PGHB yang anggotanya terdiri
dari guru-guru yang mengajar di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua
dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, mulai lahir dan berkembang
pula organisasi lain dengan corak keaagamaan, kebangsaan, dan sebagainya.
Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan mulai lahir dari para guru
dengan diubahnya nama PGHB menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) setelah dua
dekade berselang. Perubahan yang sangat mengejutkan pemerintah Belanda, karena
kata "Indonesia" yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak
disukai oleh Belanda sedangkan kata "Indonesia" sebaliknya sangat
didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia kala itu.
Semangat perjuangan para guru terus "berkobar" dengan mendorong
para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda
yang hasil dari kobaran semangat tersebut antara lain adalah Kepala HIS yang
dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang
Indonesia.
Kesadaran dan cita-cita perjuangan guru tidak lagi perjuangan
perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda,
tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”
Setelah pendudukan Jepang di Indonesia PGI tidak dapat melakukan aktivitas
karena semua organisasi dan sekolah-sekolah ditutup. Namun semangat proklamasi
17 Agustus 1945 menjadi dasar PGI untuk menggelar Kongres Guru Indonesia pada
24–25 November 1945 di Surakarta. Segala organisasi dan kelompok guru yang
didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah,
politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan.
Di dalam kongres inilah, tepatnya pada 25 November 1945, PGRI didirikan dan
sebagai penghormatan kepada para guru, pemerintah menetapkan hari lahir PGRI
tersebut sebagai Hari Guru Nasional dan diperingati setiap tahun.
Tuntuan Guru dalam Pendidikan Masa Kini
Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu komponen penting dalam kegiatan
pendidikan dan proses pembelajaran adalah guru. Betapapun kemajuan teknologi
yang terus mendorong dan mendukung setiap individu dapat belajar secara mandiri
karena tersedianya berbagai ragam alat bantu atau media pembelajaran yang dapat
diakses secara langsung (internet, dll), namun posisi guru tetap tak
tergantikan sebagai variabel terpenting dalam menentukan keberhasilan sebuah
proses pendidikan.
Guru memiliki peran yang amat besar untuk mengubah seorang anak dari gelap
gulita menuju terang terang benderang, dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari
kebutaan aksara menjadi seseorang yang pintar dan pandai baca tulis,
alfabetikal maupun fungsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi pribadi
yang madiri, menjadi tokoh kebangsaan komunitas dan bangsanya. Tetapi tentu guru
yang demikian bukanlah guru sembarang guru, pastinya ia adalah guru yang
memmiliki profesionalisme tinggu sehingga bisa "digugu dan
ditiru". Semoga kita termasuk diantaranya.... AMIN !!!
Tuntudan pendidikan masa kini tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan
masa depan, dimana guru dalam melaksanakan tugasnya dituntut agar dapat bekerja
profesional. Dalam refrensi buku-buku pendidikan dan keguruan diantaranya
menjelaskan bahwa guru yang profesional harus memiliki kualifikasi dan atau
ciri-ciri tertentu. Kualifikasi dan ciri-ciri dimaksud adalah: (a) harus
memiliki landasan pengetahuan yang kuat, (b) harus berdasarkan atas kompetensi
individual, (c) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (d) ada kerja sama dan
kompetisi yang sehat antar sejawat, (e) adanya kesadaran profesional yang
tinggi, (f) memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik), (g) memiliki sistem
seleksi profesi, (h) adanya militansi individual, dan (i) memiliki organisasi
profesi.
Dari ciri-ciri guru profesional tersebut, menyadarkan kita bahwa untuk
menjadi guru tidaklah bisa datang dari mana saja tanpa melalui sistem
pendidikan profesi dan seleksi yang baik. Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa
dijadikan sekedar sebagai kerja sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter. Inilah salah satu permasalag yang menjadi "pekerjaan rumah" kita bersama dalam perbaikan mutu pendidikan masa kini.
Tanggung jawab sebagai seorang guru tentunya sangatlah kompleks. sebagai
seorang guru, hendaknya terus dan harus membekali dirinya dengan pemahaman
tentang filsafat pendidikan secara baik dibarengi dengan pemahaman terhadap
peserta didik secara mendalam, serta penguasaan strategi pembelajar dan bahan
ajar. Guru hendaknya dapat memposisikan dirinya sebagai guru (pendidik) yang
baik bukan sebagai 'tukang ngajar' semata. Sehingga mutu pendidikan tidak hanya
dapat diilihat pada lembar hasil tes secara tertulis tetapi juga terefleksikan
dalam perilaku melalui pengembangan karakter dan kecakapan intekektual.
Indonesia dan Revolusi "Katanya"
Mengatasi kompleksnya persoalan pendidikan Indonesia masa kini, maka
'revolusi' haruslah benar-benar segera dimulai bukan hanya sekedar seruan atau
rencana tanpa hasil atau sekedar isapan belaka. Rencana yang baik mendukung
tercapainya hasil yang baik, maka 'membunuh' revolusi yang hanya sekedar
katanya saja adalah hal yang harus disegerakan.
Senada dengan gerakan revolusi mental yang saat ini
diserukan, oleh pemenang kompetisi pemilihan presiden yang lalu. Maka menangkap
isi atau pesan dari seruan tersebut dengan segera tentunya bukanlah suatu
kesalahan, dimana revolusi mental kita bisa tangkap sebagai seruan serius
terkait pembangunan karakter bangsa, dan guru memiliki peranan serius dalam
hubugan dan interaksinya dengan generasi penerus bangsa baik di kelas atau di
luar kelas dan di mana saja dalam mencapai isi atau maksud dari revolusi
tersebut, sehingga dapat meretas dan terbebasnya bangsa dari perbudakan mental.
Upaya tersebut tentunya haruslah kita mulai dari diri sendiri, keluarga,
lingkungan dan negara yang bisa diwujudkan melalui revolusi etos kerja keguruan
(baca; 8 etos keguruan), revolusi mengajar yang inovatif dan kreatif.
SELAMAT HARI GURU, SEMOGA KITA TERUS MENJADI PEMBELAJAR YANG BAIK UNTUK
MENJADI GURU YANG "BENAR-BENAR GURU BENAR".
Daftar Pustaka
1. Sinamo, Jansen. 2010. 8 Etos Keguruan. Jakarta :
Institute Dharma Mahardika.
2. Kolom Pendidikan dan Kebudayaan Harian Umum Kompas, Edisi 26 November
2014