Sumber Gambar: Google |
Beberapa hari yang lalu, ada peristiwa yang sangat mengesankan di
salah satu sekolah swasta di Jakarta. Satu angkatan serempak datang datang
kesekolah dengan tidak menggunakan seragam. Hal tersebut mereka lakukan sebagai
bentuk perlawanan atas kebijakan yang menurut mereka (siswa.red) tidak menyenangkan. Dan terjadi komunikasi yang cukup
alot antara pihak sekolah dan siswa.
Pihak sekolah menilai, apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang
salah dan tidak seharusnya dilakukan dan merupakan bentuk fatal sebagai sebuah
pembangkangan komunal terencana dan
tidak pantas dibiarkan. Sedang siswa menilai sebaliknya, bahwa kebijakan yang
diterapkan oleh sekolah tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.
BELAJAR DARI KEJADIAN TERSEBUT, MESKI TANPA HASIL AKHIR YANG DETAIL.
Berhasil atau tidaknya proses pendidikan diantaranya dapat diukur dari tiga hal, satu dari nilai akademik, dua keterampilan dan tiga sikap.
Cerminan dari apa yang siswa lakukan di lingkungan hidup mereka
merupakan gambaran dari hasil belajarnya secara tidak langsung. Untuk melakukan
penilaian secara akademik sudah ada instrumen yang cukup jelas karena dengan mudah kita bisa melihat angka-angka
yang tertera pada laporan hasil belajar (raport.red)
siswa yang diterbitkan oleh sekolah. Hal tersebut senada dengan melakukanan
penilaian terhadap pengujian keterampilan dalam beberapa pelajaran tertentu
seperti keterampilan mendribling bola
dalam pelajaran olah raga materi bola basket, keterampilan membaca puisi atau
pidato dalam mata pelajaran bahasa indonesia, atau bentuk pengujian
keterampilan lainnya pada mata pelajaran yang berbeda.
Namun satu yang sampai saat ini hampir semua dilembaga pendidikan seluruh
Indonesia bahkan duniapun, belum ditemukannya instrumen yang benar-benar tepat
kepada siswa (analisis singkat-pandangan
pribadi) sebagai alat ukur untuk menguji aspek sikap siswa dalam
pembelajaran di sekolah. Selama ini dalam menilai aspek sikap kita (pendidik) hanya
melihat dari bagaimana mereka (siswa) berperilaku, baik terhadap teman sebaya,
guru, orang tua dan lain-lain. Tentunya tidak sesederhana itu dalam melakukan
pengukuran terhadap sikap siswa, termasuk dalam memberikan penilaian tentang
benar atau salah atas sikap yang siswa tunjukkan.
Lepas dari hal tersebut, sejatinya pendidikan adalah sebuah gerakan
penyadaran. Dari hal yang sederhana, seperti 1+1=2 bukan 3, makan harus membaca
do’a, harus memberi salam dan hormat kepada orang tua sampai tingkatan
tertinggi sesuai jenjang yang ditempuh. Sehingga sebagai siswa (manusia) dapat
mencerminkan sesuatu yang baik dalam keberlangsungan hidupnya kedepan, kritis
dan peka terhadap kondisi sosialnya juga kritis terhadap apa yang benar-benar siswa
butuhkan hingga akhirnya lahir dan terciptanya kesadaran untuk belajar dan
berusaha atau mengusahakan dirinya untuk memenuhi kebutuhannya dalam berkembang
dengan mandiri.
Dan bentuk protes yang dilakuakan pada kasus salah satu sekolah diatas
adalah sebagai representasi berhasilnya sebuah pendidikan dari satu bidang, meski
bidang lain memilik penilaian yang berbeda. Kemampuan menagkap persoalan yang ada
disekitar, kemampuan untuk mengkomunikasikan dengan teman angkatan, kemampuan
(keberanian) menyampaikan pendapat ke pada pihak sekolah adalah sebuah kepekaan
yang patut di apresiasi sebagai proses belajar. Dan harus benar-benar
didengarkan dengan baik, dijadikan pertimbangan-pertimbangan dalam melahirkan
keputusan atau kebijakan selanjutnya. bukan malah sebaliknya, memberi tuduhan
atau ancaman atas kesalahan yang dilakukan.
Perkembangan era atau jaman yang terus melesat membuat para pendidik
(generasi tua) terus tertinggal dengan perkembangan siswa. Siswa terus melesat
dengan banyak membaca, melihat, mendengar juga merasa, teknologi sedang para
generasi pendidik tidak. Maka tidak
jarang di beberapa sekolah banyak guru yang salah dalam menggunakan metode
mengajar, salah dalam memberi bentuk “bercanda”, salam dalam menilai dan
hal-hal lain tanpa memperhatikan dengan jelas perkembangan siswa secara ilmiah
(baca; teori pskikologi umum).
Maka pelajaran, terakhirnya adalah. SETIAP ORANG ADALAH GURU, SETIAP TEMPAT ADALAH SEKOLAH.
0 komentar:
Posting Komentar