nurjadinrusmin.blogspot.com # slide 1 title

Penddikan, Seni dan Teknologi.

nurjadinrusmin.blogspot.com # 2 title

Penddikan, Seni dan Teknologi.

nurjadinrusmin.blogspot.com # slide 3 title

Penddikan, Seni dan Teknologi.

nurjadinrusmin.blogspot.com # slide 4 title

Penddikan, Seni dan Teknologi.

nurjadinrusmin.blogspot.com # slide 5 title

Penddikan, Seni dan Teknologi.

Jumat, 14 Februari 2014

Download Materi Pelajaran Bahasa Indonesia SMP




























---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kelas VII / Semester II ( Silahkan klik untuk mendownload ) ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1. KD 9 Memahami Wacana Lisan Melalui Kegiatan Wawancara
6. KD 11.3. Menemukan Informasi dari Tabel/diagram
7. KD 12.1. Penulisan Kalimat Langsung dan Kalimat Tak Langsung
8. KD 12.2. Menuliskan Pesan Singkat dengan Efektif dan Santun
9. KD 13.1. Menanggapi Pembacaan Puisi
10. KD 13.2. Merefleksi Isi Puisi dengan Pembacaan Langsung
11. KD 14.1. Menanggapi Pembacaan Cerpen
12. KD.14.2. Menjelaskan Latar Belakang Cerpen dengan Realitas Sosial
13. KD 15.1. Membaca Indah Puisi
14. KD 15.2. Menemukan Realitas Kehidupan Anak yang Terefleksi dalam Buku Cerita Anak Asli/terjemahan
15. KD 16.1. Menulis Kreatif Puisi
16. KD 16.2. Menulis Kreatif Puisi dari pengalaman pribadi

KESUSASTRAAN INDONESIA ( MATERI DASAR + TUGAS )
 
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kelas VIII / Semester II ( Silahkan klik untuk mendownload )
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1. KD 9.1. Menentukan pokok-pokok berita (apa,siapa, mengapa, di mana, kapan, dan bagaimana) yang didengar atau ditontonmelalui radio/televisi.
2. KD 9.2. Mengemu-kakan kembali berita yang dide-ngar/ditonton melalui radio/ televisi.
Maulid Nabi Muhammad SAW
3. KD 10.1. Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan   pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan.
4. KD 10.2. Membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun.
5. KD 11.1. Menemukan masalah utama dari berbagai berita yang bertopik sama melalui membaca ekstensif.
6. KD 11.2. Menemukan informasi untuk bahan diskusi melalui membaca intensif
7. KD 11.3. Membacakan teks berita dengan intonasi yang tepat serta artikulasi dan volume suara yang jelas.
14. KD 14.1.  Mengomentari kutipan novel remaja (asli atau terjemahan).
15. KD 14.2. Menanggapi hal yang menarik dari  kutipan novel remaja (asli atau terjemahan).
16. KD 15.1.  Menjelaskan alur cerita, pelaku, and latar novel remaja (asli/terjemahan).
18. KD 16.1.  Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai.
19. KD 16.2.  Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan.
Refleksi Materi Belajar

KESUSASTRAAN INDONESIA ( MATERI DASAR + TUGAS )
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kelas IX / Semester II ( Silahkan klik untuk mendownload ) ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1. KD 9.1. Menyimpulkan pesan pidato/khotbah/ceramah yang didengar
2. KD 9.2. Memberi komentar tentang isi pidato/ceramah/khotbah Maulid Nabi Muhammad SAW
3. KD 10.1. Berpidato/berceramah/berkhotbah dengan intonasi yang tepat dan artikulasi serta volume suara yang jelas.
4. KD 10.2. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam pidato dan diskusi.
5. KD 11.1. Menemukan   gagasan   dari   beberapa   artikel   dan   buku   melalui kegiatan membaca ekstensif.
6. KD 11.2. Mengubah sajian grafik, tabel, atau bagan menjadi uraian melalui kegiatan membaca intensif.
7. KD 11.3. Menyimpulkan gagasan utama suatu teks dengan membaca cepat 200 kata per menit.
Tahun Baru Imlek
8. KD 12.1. Menulis   karya   tulis   sederhana   dengan   menggunakan   berbagai sumber.
9. KD 12.2. Menulis   teks   pidato/ceramah/khotbah   dengan   sistematika   dan bahasa yang efektif
10. KD 12.3. Menulis surat pembaca tentang lingkungan sekolah.
11. KD 13.1. Menerangkan sifat-sifat tokoh dari kutipan novel yang dibacakan.
12. KD 13.2. Menjelaskan alur peristiwa dari suatu sinopsis novel yang dibacakan.
13. KD 14.1. Membahas pementasan  drama yang ditulis siswa.
14. KD 14.2. Menilai pementasan drama yang dilakukan oleh siswa.
15. KD 15.1. Mengidentifikasi kebiasaan, adat, etika yang terdapat dalam buku novel angkatan  20-30-an.
16. KD 15.2. Membandingkan karakteristik  novel angkatan  20-30-an.
17. KD 16.1. Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca.


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jangan harap akan memetik buah, bila dari sekarang kau tidak mulai menanam dan merawatnya !!
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selasa, 04 Februari 2014

Menulis Kreatif Feature


Apa sih definisi feature? Menurut Asep Syamsul M. Romli dalam bukunya Jurnalistik Praktis, dikatakan bahwa para ahli jurnalistik belum ada kesepakatan mengenai batasan feature. Masing-masing ahli memberikan rumusannya sendiri tentang feature. Jadi, tidak ada rumusan tunggal tentang pengertian feature. Yang jelas, feature adalah sebuah tulisan jurnalistik juga, namun tidak selalu harus mengikuti rumus klasik 5W + 1 H dan bisa dibedakan dengan news, artikel (opini), kolom, dan analisis berita.

Jadi  feature merupakan  bentuk tulisan yang dalam dan enak untuk disimak. Kisahnya deskriptif, memaparkan peristiwa secara objektif, sehingga bisa membangkitkan bayangan-bayangan kejadian yang sesungguhnya kepada pembaca. Redaktur Senior Majalah Gatra, Yudhistira ANM Massardi, mengatakan, Feature bukan karya fiksi, tapi karya jusnalistik. Karenanya, Featur harus memiliki satu makna, satu arti, tidak seperti karya sastra yang banyak arti tergantung si pembacanya. Feature juga disebut karya “sastra jurnalistik” karena sangat bertumpu pada kekuatan deskripsi yakni mampu mengambarkan situasi dan suasana secara rinci, hidup, berkeringat (basah), beraroma, membuka pintu akal, membetot perhatian, meremas perasaan, sehingga imajinasi pembaca terbawa ke tempat peristiwa.

Jadi, Jika dalam penulisan berita yang diutamakan ialah pengaturan fakta-fakta, maka dalam penulisan feature kita dapat memakai teknik ‘’mengisahkan sebuah cerita’’. Itulah kunci perbedaan antara berita ‘’keras’’ (spot news) dan feature. Penulis feature pada hakikatnya adalah seorang yang berkisah. Penulis melukis gambar dengan kata-kata: ia menghidupkan imajinasi pembaca; ia menarik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama. Penulis feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos aturan itu.

Asep Syamsul M. Romli menjelaskan bahwa dari sejumlah pengertian feature yang ada, dapat ditemukan beberapa ciri khas tulisan feature, antara lain:

1. Mengandung segi human interest

Tulisan feature memberikan penekanan pada fakta-fakta yang dianggap mampu menggugah emosi—menghibur, memunculkan empati dan keharuan. Dengan kata lain, sebuah feature juga harus mengandung segi human interest atau human touch—menyentuh rasa manusiawi. Karenanya, feature termasuk kategori soft news (berita ringan) yang pemahamannya lebih menggunakan emosi. Berbeda dengan hard news (berita keras), yang isinya mengacu kepada dan pemahamannya lebih banyak menggunakan pemikiran.

2. Mengandung unsur sastra

Satu hal penting dalam sebuah feature adalah ia harus mengandung unsur sastra. Feature ditulis dengan cara atau gaya menulis fiksi. Karenanya, tulisan feature mirip dengan sebuah cerpen atau novel—bacaan ringan dan menyenangkan—namun tetap informatif dan faktual. Karenanya pula, seorang penulis feature pada prinsipnya adalah seorang yang sedang bercerita.

Jadi, feature adalah jenis berita yang sifatnya ringan dan menghibur. Ia menjadi bagian dari pemenuhan fungsi menghibur (entertainment) sebuah surat kabar.



UNRUR-UNSUR PENULISAN FEATURE

Unsur penulisan feature menurut Williamson ada 5 yaitu:

1. Kreatifitas (creativity).

Laporan feature harus mengkreasikan sudut pandang penulis berdasarkan riset terhadap fakta-fakta yang telah ditelusuri.

2. Subjektivitas (subjectivity).

Sangat mungkin menggunakan sudut pandang orang pertama, atau “saya” dengan emosi campur nalar, sebagai cara mendapatkan fakta-fakta.

3. Informatif (informativeness).

 Materi laporan tentang hal yang ringan, namun berguna bagi masyarakat. Seperti situasi saat peristiwa terjadi dan tidak diliput media lain.

4. Menghibur (entertainment).

 Laporan harus berwarna-warni terhadap berita-berita rutin seperti pembunuhan, selingkuh, bencana alam dll, sehingga pembaca larut dalam kesedihan atau malah tertawa terbahak-bahak.

5. Tidak Dibatasi Waktu (unperishable).

Bahwa feature tidak lapuk dimakan deadline, karena topiknya dibahas secara mendalam.



JENIS-JENIS FEATURE

1.       Feature kepribadian (Profil)

Profil mengungkap manusia yang menarik. Misalnya, tentang seseorang yang secara dra-matik, melalui berbagai liku-liku, kemudian mencapai karir yang istimewa dan sukses atau menjadi terkenal karena kepribadian mereka yang penuh warna.

Agar efektif, profil seperti ini harus lebih dari sekadar daftar pencapaian dan tanggal-tang-gal penting dari kehidupan si individu. Profil harus bisa mengungkap karakter manusia itu. Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, penulis feature tentang pribadi seperti ini seringkali harus mengamati subyek mereka ketika bekerja; mengunjungi rumah mereka dan mewawancara teman-teman, kerabat dan kawan bisnis mereka.

Profil yang komplit sebaiknya disertai kutipan-kutipan si subyek yang bisa meng-gambarkan dengan pas karakternya. Profil yang baik juga semestinya bisa memberikan kesan kepada pembacanya bahwa mereka telah bertemu dan berbicara dengan sang tokoh.

Banyak sumber yang diwawancara mungkin secara terbuka berani mengejutkan Anda dengan mengungkap rahasia pribadi atau anekdot tentang si subyek. Tapi, banyak sumber lebih suka meminta agar identitasnya dirahasiakan. Informasi sumber-sumber itu penting untuk memberikan balans dalam penggambaran si tokoh.

2.       Feature sejarah

Feature sejarah memperingati tanggal-tanggal dari peristiwa penting, seperti proklamasi kemerdekaan, pemboman Hiroshima atau pembunuhan jenderal-jenderal revolusi. Koran juga sering menerbitkan feature peringatan 100 tahun lahir atau meninggalnya seorang tokoh.

Kisah feature sejarah juga bisa terikat pada peristiwa-peristiawa mutakhir yang mem-bangkitkan minat dalam topik mereka. Jika musibah gunung api terjadi, koran sering memuat peristiwa serupa di masa lalu.

Feature sejarah juga sering melukiskan landmark (monumen/gedung) terkenal, pionir, fi-losof, fasilitas hiburan dan medis, perubahan dalam komposisi rasial, pola perumahan, makanan, industri, agama dan kemakmuran.

Setiap kota atau sekolah memiliki peristiwa menarik dalam sejarahnya. Seorang penulis feature yang bagus akan mengkaji lebih tentang peristiwa-peristiwa itu, mungkin dengan dokumen historis atau dengan mewawancara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa bersejarah.

3.       Feature petualangan

Feature petualangan melukiskan pengalaman-pengalaman istimewa dan mencengangkan — mungkin pengalaman seseorang yang selamat dari sebuah kecelakaan pesawat ter-bang, mendaki gunung, berlayar keliling dunia, pengalaman ikut dalam peperangan.

Dalam feature jenis ini, kutipan dan deskripsi sangat penting. Setelah bencana, misalnya, penulis feature sering menggunakan saksi hidup untuk merekontruksikan peristiwa itu sendiri. Banyak penulis feature jenis ini memulai tulisannya dengan aksi — momen yang paling menarik dan paling dramatis.

4.       Feature musiman

Reporter seringkali ditugasi untuk menulis feature tentang musim dan liburan, tentang Ha-ri Raya, Natal, dan musim kemarau. Kisah seperti itu sangat sulit ditulis, karena agar tetap menarik, reporter harus menemukan angle atau sudut pandang yang segar.

Contoh yang bisa dipakai adalah bagaimana seorang penulis menyamar menjadi Sin-terklas di Hari Natal untuk merekam respon atau tingkah laku anak-anak di seputar hara raya itu.

5.       Feature Interpretatif

Feature dari jenis ini mencoba memberikan deskripsi dan penjelasan lebih detil terhadap topik-topik yang telah diberitakan. Feature interpretatif bisa menyajikan sebuah or-ganisasi, aktifitas, trend atau gagasan tertentu. Misalnya, setelah kisah berita meng-gambarkan aksi terorisme, feature interpretatif mungkin mengkaji identitas, taktik dan tujuan terotisme.

Berita memberikan gagasan bagi ribuan feature semacam ini. Setelah perampokan bank, feature interpretatif bisa saja menyajikan tentang latihan yang diberikan bank kepada pegawai untuk menangkal perampokan. Atau yang mengungkap lebih jauh tipikal pe-rampok bank, termasuk peluang perampok bisa ditangkap dan dihukum.

6.       Feature kiat (how-to-do-it feature)

Feature ini berkisah kepada pembacanya bagaimana melakukan sesuatu hal: bagaimana membeli rumah, menemukan pekerjaan, bertanam di kebun, mereparasi mobil atau mem-pererat tali perkawinan.

Kisah seperti ini seringkali lebih pendek ketimbang jenis feature lain dan lebih sulit dalam penulisannya. Reporter yang belum berpengalaman akan cenderung menceramahi atau mendikte pembaca — memberikan opini mereka sendiri — bukannya mewawancara sum-ber ahli dan memberikan advis detil dan faktual.



STRUKTUR PENULISAN FEATURE

Berikut adalah bagian-bagian serta beberapa hal yang perlu diketahui sebelum menulis feature

1. Judul.

Judul sebuah feature memiliki peran cukup besar dalam menarik minat pembaca membaca feature tersebut. Oleh karena itu judul hendaknya memiliki beberapa sifat sebagai berikut:
a.       Atraktif (menarik perhatian) namun tidak bombastis
b.      Memuat inti terpenting dari tulisan
c.       Komunikatif, mudah dipahami, jelas, ringkas, padat dan sederhana
d.      Logis, dalam artian bersifat pasti dan dapat dipercaya.

2. Lead

Mari kita tinggalkan difinisi apa itu feature dan kita langsung ke teknik penulisannya. Ini yang lebih penting. Kita tahu bahwa berita umumnya ditulis dengan teknik piramida terbalik dan harus memenuhi unsur 5 W + 1 H (what, who, why, when, where: apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, bagaimana).

Untuk penerbitan berupa koran, susunan piramida terbalik ini penting karena jika terjadi pemotongan karena tak ada tempat, pemotongan langsung dilakukan dari bagian belakang. Ini berarti lead berita itu pastilah yang terpenting dari isi berita itu sendiri. Ini harus memikat, tanpa itu berita tak menarik perhatian. Feature hampir sama dalam masalah lead, artinya harus memikat.

Tetapi feature tidak tunduk pada ketentuan piramida terbalik. Feature ditulis dengan teknik lead, tubuh dan ending (penutup). Penutup sebuah feature hampir sama pentingnya dengan lead. Mungkin di sana ada kesimpulan atau ada celetukan yang menggoda, atau ada sindiran dan sebagainya. Karena itu kalau memotong tulisan feature, tak bisa main gampang mengambil paling akhir.

Semua bagian dalam fetaure itu penting. Namun yang terpenting memang lead, karena di sanalah pembuka jalan. Gagal dalam menuliskan lead pembaca bisa tidak meneruskan membaca. Gagal berarti kehilangan daya pikat. Di sini penulis feature harus pandai betul menggunakan kalimatnya. Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu.Tak ada teori yang baku bagaimana menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan pengalaman dan juga perkembangan. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh lead saya sebutkan di sini:

Lead Ringkasan:

Lead ini hampir sama saja dengan berita biasa, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature menulis lead gaya ini karena gampang.

Misal:

Walaupun dengan tangan buntung, Pak Saleh sama sekali tak merasa
rendah diri bekerja sebagai tukang parkir di depan kampus itu.

Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah tukang parkir bernama Pak Saleh yang cacat. Yang berminat bisa meneruskan membaca, yang tak berminat — apalagi sebelumnya tak ada berita tentang Pak Saleh itu — bisa melewatkan begitu saja.

Lead Bercerita:

Lead ini menciptakan suatu suasana dan membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya.

Misal:

Anggota Reserse itu melihat dengan tajam ke arah senjata lelaki di
depannya. Secepat kilat ia meloncat ke samping dan mendepak senjata
lawannya sambil menembakkan pistolnya. Dor… Preman itu tergeletak
sementara banyak orang tercengang ketakutan menyaksi kan adegan yang
sekejap itu …..

Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang operasi pembersihan preman-preman yang selama ini mengacau lingkungan pemukiman itu.

Lead Deskriptif:

Lead ini menceritakan gambaran dalam pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Biasanya disenangi oleh penulis yang hendak menulis profil seseorang.

Misal:

Keringat mengucur di muka lelaki tua yang tangannya buntung itu,
sementara pemilik kendaraan merelakan uang kembalinya yang hanya dua
ratus rupiah. Namun lelaki itu tetap saja merogoh saku dengan tangan
kirinya yang normal, mengambil dua koin ratusan. Pak Saleh, tukang
parkir yang bertangan sebelah itu, tak ingin dikasihani …..

Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Pak Saleh yang penuh warna.

Lead Kutipan:

Lead ini bisa menarik jika kutipannya harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak klise.

Misal:

“Saya lebih baik tetap tinggal di penjara, dibandingkan bebas dengan
pengampunan. Apanya yang diampuni, saya kan tak pernah bersalah,” kata
Sri Bintang Pamungkas ketika akan dibebaskan dari LP Cipinang. Walau
begitu, Sri Bintang toh mau juga keluar penjara dijemput
anak-istri.. .. dan seterusnya.

Pembaca kemudian digiring pada kasus pembebasan tapol sebagai tekad pemerintahan yang baru. Hati-hati dengan kutipan klise.

Contoh:

“Pembangunan itu perlu untuk mensejahterakan rakyat dan hasil-hasilnya
sudah kita lihat bersama,” kata Menteri X di depan masa yang melimpah
ruah.

Pembaca sulit terpikat padahal bisa jadi yang mau ditulis adalah
sebuah feature tentang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan yang
agak unik.

 Lead Pertanyaan:

Lead ini menantang rasa ingin tahu pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat berikutnya sudah alinea baru.

Misal:

Untuk apa mahasiswa dilatih jurnalistik? Memang ada yang sinis dengan
Pekan Jurnalistik Mahasiswa yang diadakan ini. Soalnya, penerbitan
pers di kampus ini tak bisa lagi mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik
karena terlalu banyaknya batasan-batasan dan larangan ….

Pembaca kemudian disuguhi feature soal bagaimana kehidupan pers kampus di sebuah perguruan tinggi.

Lead Menuding:

Lead ini berusaha berkomunikasi langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata “Anda” atau “Saudara”. Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan.

Misal:

Saudara mengira sudah menjadi orang yang baik di negeri ini. Padahal,
belum tentu. Pernahkah Saudara menggunakan jembatan penyeberangan
kalau melintas di jalan? Pernahkah Saudara naik ke bus kota dari pintu
depan dan tertib keluar dari pintu belakang? Mungkin tak pernah sama
sekali. Saudara tergolong punya disiplin yang, maaf, sangat kurang.

Pembaca masih penasaran feature ini mau bicara apa. Ternyata yang disoroti adalah kampanye disiplin nasional.

Lead Penggoda:

Lead ini hanya sekadar menggoda dengan sedikit bergurau. Tujuannya untuk menggaet pembaca agar secara tidak sadar dijebak ke baris berikutnya. Lead ini juga tidak memberi tahu, cerita apa yang disuguhkan karena masih teka-teki.

Misal:

Kampanye menulis surat di masa pemerintahan Presiden Soeharto ternyata
berhasil baik dan membekas sampai saat ini. Bukan saja anak-anak
sekolah yang gemar menulis surat, tetapi juga para pejabat tinggi di
masa itu keranjingan menulis surat.

Nah, sampai di sini pembaca masih sulit menebak, tulisan apa ini?

Alinea berikutnya:

Kini, ada surat yang membekas dan menimbulkan masalah bagi rakyat
kecil. Yakni, surat sakti Menteri PU kepada Gubernur DKI agar putra
Soeharto, Sigit, diajak berkongsi untuk menangani PDAM DKI Jakarta.
Ternyata bukannya menyetor uang tetapi mengambil uang setoran PDAM
dalam jumlah milyaran…. dan seterusnya.

Pembaca mulai menebak-nebak, ini pasti feature yang bercerita tentang kasus PDAM DKI Jaya. Tetapi, apa isi feature itu, apakah kasus kolusinya, kesulitan air atau tarifnya, masih teka-teki dan itu dijabarkan dalam alinea berikutnya.

Lead Nyentrik:

Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi atau sepotong kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya.

Misal:
Reformasi total.
Mundur.
Sidang Istimewa.
Tegakkan hukum.
Hapus KKN.

Teriakan itu bersahut-sahutan dari sejumlah mahasiswa di halaman
gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi rakyat …. dst….

Pembaca digiring ke persoalan bagaimana tuntutan reformasi yang disampaikan mahasiswa.

Lead Gabungan:

Ini adalah gabungan dari beberapa jenis lead tadi.

Misal:

“Saya tak pernah mempersoalkan kedudukan. Kalau memang mau diganti,
ya, diganti,” kata Menteri Sosial sambil berjalan menuju mobilnya
serta memperbaiki kerudungnya. Ia tetap tersenyum cerah sambil menolak
menjawab pertanyaan wartawan. Ketika hendak menutup pintu mobilnya,
Menteri berkata pendek: “Bapak saya sehat kok, keluarga kami semua
sehat….”

Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa digabung-gabungkan.

3. Batang Tubuh

Yang pertama diperhatikan adalah fokus cerita jangan sampai menyimpang. Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat sederhana dan pendek-pendek.

Deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil), mutlak untuk pemanis sebuah feature. Kalau dalam berita, cukup begini: Pak Saleh mendapat penghargaan sebagai tukang parkir teladan. Paling hanya dijelaskan sedikit soal Pak Saleh. Tapi dalam feature, saudara dituntut lebih banyak. Profil lengkap Pak Saleh diperlukan, agar orang
bisa membayangkan.

Tapi tak bisa dijejal begini:

Pak Saleh, tukang parkir di depan kampus itu, yang tangan kanannya buntung, umurnya 50 tahun, anaknya 9, rumahnya di Depok, dapat penghargaan.
Data harus dipecah-pecah. Alenia pertama cukup ditulis:
Pak saleh, 50 tahun, dapat penghargaan. Lalu jelaskan dari siapa penghargaan itu dan apa sebabnya. Pak Saleh yang tangannya buntung itu merasakan cukup haru, ketika Wali Kota….

Di bagian lain disebut: “Saya tidak mengharapkan, ” kata lelaki dengan 9 anak yang tinggal di Depok ini. Dan seterusnya.

Anekdot perlu untuk sebuah feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin. Dan kutipan ucapan juga penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase.

Detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak.

Preman itu tertembak dalam jarak 5 meter lebih 35 centi 6 melimeter… , apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 5 meter. Tapi, gol kemenangan Persebaya dicetak pada menit ke 43, ini penting. Tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main. Dalam olahraga sepakbola, menit ke 43 beda jauh dengan menit ke 30. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik.Ini sudah menyangkut bahasa jurnalistik, nanti ada pembahasan khusus soal ini.

4. Ending

Jika batang tubuh sudah selesai, tinggallah membuat penutup. Dalam berita tidak ada penutup. Untuk feature setidak-tidaknya ada empat jenis penutup.

Penutup Ringkasan:

Sifatnya merangkum kembali cerita-cerita yang lepas untuk mengacu kembali ke intro awal atau lead.

Penutup Penyengat:

Membuat pembaca kaget karena sama sekali tak diduga-duga. Seperti kisah detektif saja. Misalnya, menulis feature tentang bandit yang berhasil ditangkap setelah melawan. Kisah sudah panjang dan seru, pujian untuk petugas sudah datang, dan bandit itu pun sudah menghuni sel. Tapi, ending feature adalah: Esok harinya, bandit itu telah kabur kembali. Ending ini disimpan sejak tadi.

Penutup Klimak:

Ini penutup biasa karena cerita yang disusun tadi sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya jelas. Di masa lalu, ada kegemaran menulis ending yang singkat dengan satu kata saja: Semoga. Sekarang hal seperti ini menjadi tertawaan. Ini sebuah bukti bahwa setiap masa ada kekhasannya.

Penutup tanpa Penyelesaian:

Cerita berakhir dengan mengambang. Ini bisa taktik penulis agar pembaca merenung dan mengambil kesimpulan sendiri, tetapi bisa pula masalah yang ditulis memang menggantung, masih ada kelanjutan, tapi tak pasti kapan.
 

Kunang-kunang di Langit Jakarta

Sebuah Cerpen Karya Agus Noor --


Ia kembali ke kota ini karena kunang-kunang dan kenangan. Padahal, ia berharap menghabiskan liburan musim panas di Pulau Galapagos—meski ia tahu, kekasihnya selalu mengunjungi pulau itu bukan karena alasan romantis, tapi karena kura-kura. Kura-kura itu bernama George.

Mata Peter akan berbinar setiap menceritakannya. Ia termasuk keturunan langsung spesies kura-kura yang diamati Charles Darwin ketika merumuskan teori evolusinya pada abad ke-19. Berapa kali ia sudah mendengar Peter mengatakan itu? Kau harus melihat sendiri, betapa cakepnya kura-kura itu. Ia botak dan bermata besar. Ia tua dan kesepian memang. Namun, sebentar lagi ia akan punya keturunan.

Ada benarnya juga kelakar teman- temannya. ”Kau tahu, Jane, itulah risiko punya pacar zoologist. Kamu harus lebih dulu menjadi primata yang menarik untuk membuatnya tertarik bercinta denganmu.”

”Justru itulah untungnya. Aku tak perlu cemas. Karena Peter lebih tertarik memperhatikan binatang langka ketimbang perempuan berambut pirang.” Dan ia tertawa walau sebenarnya merasa konyol bila menyadari: betapa ia mesti berebut perhatian kekasihnya, justru dengan binatang-binatang langka seperti itu.

Peter pernah cerita perihal burung bulbul langka yang berhasil ditemukannya bersama rombongan peneliti Worldwide Conservation Society di perbukitan kapur dataran rendah Laos; penemuan yang menurut Peter begitu menakjubkan, karena belum pernah dalam 100 tahun terakhir ditemukan spesies baru di Asia. Kau tahu, kicau burung bulbul itu jauh lebih merdu dari burung bulbul dalam dongeng HC Andersen. Bulu-bulunya hijau mengilap. Peter pernah pula bercerita tentang kucing emas yang misterius dan tak mungkin dijumpai, tapi ia berhasil melihatnya di pegunungan Tibet, sedang melesat memanjat pepohonan dengan gerakan yang bagai terbang.

Setiap saat ada kesempatan mereka bertemu—saat mereka seharusnya menghabiskan setiap menit dengan bercinta—kekasihnya justru sibuk bicara soal katak berwarna ungu yang ditemukannya di Suriname, kumbang tahi, kadal tanpa kaki, duiker merah, galago kerdil, mokole mbembe di Sungai Zambeze, sejenis tikus bermoncong panjang yang disebutnya Zanzibar, burung Akalat Ukwiva—dan entah nama-nama aneh apa lagi—sampai obsesinya menemukan spesies putri duyung yang diyakininya masih hidup di perairan Kiryat Yam, Israel. Aku akan menjadi orang kedua setelah Richard Whitbourne, kapten kapal yang pada tahun 1610 pernah melihat putri duyung di pelabuhan Newfoundland St James….

Langit mulai menggelap dan keriuhan kendaraan yang memadati Horrison Street menyelusup masuk Café Gratitude. Jane Jeniffer ingat, tujuh tahun lalu, saat ia menikmati house lemonade di kafe ini, ia bertemu dengan Peter Bekoff, yang muncul dengan seekor iguana di pundaknya. Karena nyaris tak ada kursi kosong, laki-laki itu mendekati mejanya.

”Kau tahu, kenapa aku ke sini membawa iguana? Karena kalau aku datang bersama Jennifer Lopez pasti kafe ini seketika dipenuhi paparazi, dan kau tak bisa dengan tenang menikmati house lemonade-mu itu…”

Entahlah, kenapa saat itu, ia menganggap lucu kata-kata itu. Mungkin itulah sebabnya, sering kita kangen pada saat-saat pertemuan pertama. Kita memang ingin selalu mengulang kenangan.

***

”Bukankah kau ingin melihat kunang-kunang?”

Dulu, semasa kanak, ia memang pernah terpesona dengan makhluk yang bagai hanya ada dalam buku-buku dongeng. Di San Francisco yang hiruk pikuk, tempat ia tinggal sejak kanak-kanak, ia tak pernah melihat kunang-kunang secara langsung. Ia melirik Peter yang begitu asyik memandangi kunang-kunang yang disimpannya dalam stoples. Cahaya kuning kehijauannya membias pucat.

”Ini kunang-kunang istimewa, bukan golongan Lampyridae pada umumnya. Para penduduk setempat percaya, kunang-kunang ini berasal dari roh penasaran. Roh para perempuan yang diperkosa….”

Saat menyadari Jane tak terlalu memperhatikan kunang-kunang itu dan lebih sering memandangi langit muram San Francisco yang membayang di jendela, Peter menyentuh lengannya. ”Percayalah, di sana, nanti kau akan menjumpai langit yang megah dipenuhi jutaan kunang-kunang.” Lalu suaranya nyaris lembut, ”Dan kita bercinta di bawahnya….”

Tapi ia tak merasa kunang-kunang itu istimewa, seperti dikatakan Peter. Mungkin karena saat itu, ia memendam kekecewaan, sebab tahu bahwa pada akhirnya Peter tak akan mengajaknya menikmati kehangatan Pulau Galapagos, tetapi ke kota yang panas dan bising ini.

Ini jelas bukan kota yang ada dalam daftar yang ingin dikunjunginya pada musim libur. Peter membawanya ke permukiman padat kota tua tak terawat. Banyak toko kosong terbengkalai, dan rumah-rumah gosong bekas terbakar yang dibiarkan nyaris runtuh. ”Di gedung-gedung gosong itulah para kunang-kunang itu berkembang biak,” ujar Peter. Padahal, sebelumnya ia membayangkan hutan tropis eksotis, atau hamparan persawahan, di mana ribuan kunang-kunang beterbangan. Peter seperti abai pada kedongkolannya, sibuk mengeluarkan kamera, fotograf dan beberapa peralatan lain dari ranselnya.

Ia menunggu tak jenak. Ketika senja yang muram makin menggelap, dalam pandangannya gedung-gedung yang gosong itu seperti makhluk-makhluk ganjil yang rongsok dan bongkok, menanggung kepedihan. Dan dari ceruk gelap gedung-gedung itu seperti ada puluhan mata yang diam-diam manatapnya. Seperti ada yang hidup dan berdiam dalam gedung-gedung kelam itu. Lalu ia melihat kerlip lembut kekuningan, terbang melayang-layang.

”Lihat,” Peter menepuk pundaknya. ”Mereka mulai muncul. Kunang-kunang itu….”

Itulah detik-detik yang kemudian tak akan pernah ia lupakan dalam hidupnya. Ia menyaksikan puluhan kunang-kunang menghambur keluar dari dalam gedung-gedung gosong itu. Mereka melayang-layang rendah, seakan ada langkah-langkah gaib yang berjalan meniti udara. Puluhan kunang-kunang kemudian berhamburan seperti gaun yang berkibaran begitu anggun. Beberapa kunang-kunang terbang berkitaran mendekatinya.

”Pejamkan matamu, dan dengarkan,” bisik Peter. ”Kunang-kunang itu akan menceritakan kisahnya padamu….”

Ia merasakan keheningan yang membuatnya pelan-pelan memejamkan mata, sementara Peter dengan hati-hati menyiapkan micro-mic, yang sensor lembutnya mampu merekam gelombang suara paling rendah—menurut Peter alat itu bisa menangkap suara-suara roh, biasa digunakan para pemburu hantu. Keheningan itu seperti genangan udara dingin, yang berlahan mendesir. Pendengarannya seperti kelopak bunga yang merekah terbuka; geletar sayap kunang-kunang itu, melintas begitu dekat di telinganya, seperti sebuah bisikan yang menuntunnya memasuki dunia mereka. Ia terus memejam, mendengarkan kudang-kunang itu bercerita.

”Lihatlah api yang berkobar itu. Setelah api itu padam, orang-orang menemukan tubuhku hangus tertimbun reruntuhan….”

Suara itu, suara itu menyelusup lembut dalam telinganya. Dan ia seperti menyaksikan api yang melahap pusat perbelanjaan itu. Menyaksikan orang- orang yang berteriak-teriak marah dan menjarah. Ia menyaksikan seorang perempuan berkulit langsat diseret beberapa lelaki kekar bertopeng. Asap hitam membubung. Beberapa orang melempar bom molotov ke sebuah toko, kemudian kabur mengendarai sepeda motor. Api makin berkobar. Perempuan itu menjerit dan meronta, diseret masuk ke dalam toko yang sudah ditinggalkan penghuninya.

”Lihatlah gedung yang gosong itu. Di situlah mereka memerkosa saya….”

”Mereka begitu beringas!”

”Mayat saya sampai sekarang tak pernah ditemukan.”

”Roh kami kemudian menjelma kunang-kunang….”

”Lihatlah… lihatlah….”

Ia melihat puluhan kunang-kunang terbang bergerombol, seperti rimbun cahaya yang mengapung di kehampaan kegelapan. Puluhan suara yang lirih terus menyelesup ke dalam telinganya. Ia merasakan tubuhnya perlahan mengapung, seperti hanyut terseret suara-suara itu.

”Ayo, ikutlah denganku. Ayolah, biar kau pahami seluruh duka kami….”

”Jane!!”

Ia dengar teriakan cemas.

”Jane!!”

Ada tangan menariknya, membuatnya tergeragap. Peter mengguncang bahunya, ”Jane! Kamu tak apa-apa?!” Suara-suara itu, perlahan melenyap. Tapi bagai ada yang tak akan pernah lenyap dalam hidupnya. Ia menatap kosong, seakan ada sebagian dirinya yang masih ada di sana. Seakan sebagian jiwanya telah dibawa dan terikat dengan kunang-kunang itu. Lalu ia lebih banyak diam, memandang takjub pada ribuan kunang-kunang yang muncul berhamburan dari gedung-gedung yang gosong, seperti muncul dari mulut goa. Semakin malam semakin bertambah banyak kunang-kunang memenuhi langit kota. Jutaan kunang-kunang melayang, seperti sungai cahaya yang perlahan mengalir dan menggenangi langit. Langit kota dipenuhi pijar cahaya hijau kekuningan yang berdenyut lembut; seperti kerlip bintang-bintang yang begitu rendah, dan kau bisa menyentuhnya.

Malam itu ia merasakan sentuhan dan pelukan Peter meresap begitu dalam. Ciuman-ciuman yang tak akan terlupakan. Ciuman-ciuman yang paling mengesankan di bawah hamparan cahaya kunang-kunang. Ciuman-ciuman yang selalu membawanya kembali ke kota ini dan kenangan.

***

Pertama kali, kunang-kunang itu terlihat muncul pertengahan tahun 2002, empat tahun setelah kerusuhan. Seorang penduduk melihatnya muncul dari salah satu gedung gosong itu. Makin lama, kunang-kunang itu makin bertambah banyak, terus berbiak, dan selalu muncul pertengahan tahun. Para penduduk kemudian percaya, kunang-kunang itu adalah jelmaan roh korban kerusuhan. Roh perempuan yang disiksa dan diperkosa. Orang-orang di sini memang masih banyak yang percaya, kalau kunang-kunang berasal dari kuku orang yang mati. Dari kuku orang mati itulah muncul kunang-kunang itu. Sering, orang-orang mendengar suara tangis muncul dari gedung-gedung gosong yang terbengkalai itu. Gedung-gedung itu seperti monumen kesedihan yang tak terawat.

Peter menceritakan semua itu, seolah-olah ia bukan zoologist. ”Sering kali ilmu pengetahuan tak mampu menjelaskan semua rahasia,” kata Peter, bisa menebak keraguannya. ”Bisakah kau menjelaskan apa yang barusan kau alami hanya dengan logika?”

Memang, ia hanya bisa merasakan, seperti ada yang ingin diceritakan oleh kunang-kunang itu padanya. Suara-suara gaib yang didengarnya itu seperti gema yang tak bisa begitu saja dihapuskan dari ingatannya. Ia percaya, segala peristiwa di dunia ini selalu meninggalkan gema. Seperti gema, mereka akan selalu kembali. Karena itulah ia pun kemudian selalu kembali ke kota ini. Untuk kunang-kunang dan kenangan.

Ia selalu terpesona menyaksikan jutaan kunang-kunang memenuhi langit kota. Langit menjelma hamparan cahaya kekuningan. Itulah satu-satunya pemandangan termegah yang selalu ingin ia nikmati kembali. Ia dan Peter suka sekali berbaring di atap gedung, menyaksikan berjuta-juta kunang-kunang itu memenuhi langit kota. Pada saat-saat seperti itu, sungguh, kau tak akan mungkin menemukan panorama langit yang begitu menakjubkan di belahan dunia mana pun, selain di kota ini.

”Kelak, bila aku mati, aku akan moksa menjelma kunang-kunang. Aku akan hidup dalam koloni kunang-kunang itu. Dan kau bisa selalu memandangiku ada di antara kunang-kunang itu….”

Saat itu, ia hanya tertawa mendengar omongan Peter. Semua menjadi berbeda ketika telah menjadi kenangan.

***

Ia tengah dalam perjalanan bisnis ke Louisville ketika menerima telepon itu: Peter meninggal dunia. Tepatnya lenyap. Beberapa orang bercerita menyaksikan tubuh Peter terjun dari puncak ketinggian gedung. Mungkin ia meloncat. Mungkin seseorang mendorongnya. Tubuh Peter yang meluncur itu mendadak menyala, bercahaya, kemudian pecah menjadi ribuan kunang-kunang. Penggambaran kematian yang terlalu dramatis, atau mungkin malah melankolis! Mungkin memang benar seperti itu. Tapi mungkin benar juga desas-desus itu: Peter dilenyapkan karena berusaha menghubung-hubungkan fenomena kunang-kunang itu dengan kerusuhan yang bertahun-tahun lalu terjadi di kota ini.

Dari tahun ke tahun populasi kunang-kunang itu memang makin meningkat. Kemunculan kunang-kunang yang memenuhi langit kota Jakarta menjadi fenomena yang luar biasa. Banyak yang kemudian menyebut sebagai salah satu keajaiban dunia. Menjadi daya tarik wisata. Setiap pertengahan Mei, saat jutaan kunang-kunang itu muncul dari reruntuhan gedung-gedung gosong—pemerintah daerah kemudian menetapkan gedung-gedung gosong itu menjadi cagar budaya dan wisata—banyak sekali turis yang datang menyaksikan. Para penduduk lokal bahkan telah menjadikannya sebagai acara tahunan. Mereka duduk menggelar tikar, mengadakan beberapa atraksi hiburan di sepanjang jalan, sembari menunggu malam ketika kunang-kunang itu memenuhi langit kota. Para pengunjung akan bersorak gembira ketika serombongan kunang-kunang muncul, terbang meliuk-liuk melintasi langit kota, dan berhamburan bagai ledakan kembang api. Betapa megah. Betapa indah.

Mata Jane selalu berkaca-kaca setiap kali menyaksikan itu; membayangkan Peter ada di antara jutaan kunang-kunang yang memenuhi langit Jakarta itu. Itulah sebabnya kunang-kunang dan kenangan selalu membuatnya kembali ke kota ini.

Ia tengah memandangi langit yang penuh kenang-kunang itu dengan mata berkaca-kaca, ketika seorang pengunjung di sampingnya berkata, ”Keindahan memang sering membuat kita sedih….”

Jane tersenyum. ”Saya tiba-tiba ingat peristiwa yang menyebabkan kunang-kunang itu muncul. Apakah Anda ingat peristiwa itu?”

Orang itu menggeleng. Jane tak terlalu kaget. Orang-orang di kota ini memang tak lagi mengingat peristiwa kerusuhan itu.

Jakarta, 2010-2011

Senin, 03 Februari 2014

Penumpang Kelas Tiga

Sebuah Cerpen Karya A.A. Navis --

Si Dali ketemu teman lamanya di kapal Kerinci yang berlayar dari Padang ke Jakarta, sebagai penumpang klas tiga. Ketemu setelah berlayar semalam, waktu lagi antri ke kakus. Padahal sebelum itu mereka sudah bertatap pandang juga di tempat tidur yang bersela seorang lain. Namun tidak saling memperhatikan, apalagi bertegur sapa. Barulah saling memperhatikan waktu antri hendak ke kakus itu. Mulanya saling bertatapan, lalu saling melengos. Bertatapan lagi dan melengos lagi. Ketika bertatapan ketiga, mereka tidak melengos lagi. Mereka sama tersenyum.

“Engkau Si Dali, bukan?” kata yang seorang.

“Si Nuan?” kata Si Dali menyahut dengan tanya.

Mereka berangkulan dengan kedua tangan masing-masing memegang peralatan mandi, sabun, gundar gigi dan handuk.

“Sudah lama sekali kita tidak ketemu.”

“Memang sudah lama sekali.”

Mereka saling bertanya-tanya dan saling berjawab-jawab. Dengan asyik. Sampai beberapa orang sudah keluar dan masuk kakus, mareka masih bertanya-tanya dan berjawab-jawab. Dalam pada itu pikiran Si Dali berjalan ke masa lalu yang sudah lama sekali.

Nuan punya saudara kembar, Nain namanya. Untuk menandai perbedaannya, yang satu tidak segempal yang lain. Kemana-mana selalu bersama. Kata orang, orang bersaudara kembar sering punya selera yang sama. Termasuk terhadap perempuan. Kata orang, itu baru ketahuan kemudian. Yaitu ketika terjadi persaingan untuk mendapati hati seorang gadis.

Yang menjadi idola pada awal revolusi, terutama oleh para gadis, ialah prajurit yang dipinggangnya tergantung pedang samurai dan kakinya dibalut kaplars. Nuan dan Nain yang hanya dapat pangkat sersan satu dengan tugas sebagai pelatih TKR bagi prajurit baru. Karena pangkatnya yang rendah, mereka tidak berhak memakai kedua perangkat perwira yang bergengsi itu. Keduanya pun sama merasa tidak mendapat perhatian Si Wati, gadis di sebelah rumahnya. Dan ketika Komandan Pasukan Hizbullah, Kolonel Hasan, mengajak bergabung dengan pangkat letnan dua, Nuan meninggalkan tugasnya dari TKR. Agar dapat pangkat yang sama Nain pun bergabung dengan Tentera Merah Indonesia.

“Apalah arti perbedaan pasukan. Yang penting sama jadi letnan, sama punya pedang samurai dan pakai kaplars.” kata mereka sambil menyangka Wati akan mulai punya perhatian.

Kian lama bergabung dengan pasukan yang berbeda idiologi perjuangan itu, malah menumbuhkan perseteruan diam dalam diri keduanya. Sekaligus menimbulkan persaingan dalam merebut hati Wati. Akan tetapi belum ada yang berani menebarkan jala untuk mendapat Wati. Nuan selalu bicara tentang perang jihad bila bertandang ke rumah Wati. Sedangkan Nain bicara tentang revolusi rakyat. Mereka pernah berdebat di depan Wati untuk membenarkan tujuan perjuangan masing-masing. Tapi lebih sering datang sendiri-sendiri karena memang tidak punya waktu senggang yang sama. Tentu saja pada kesempatan itu mereka saling membanggakan pasukan masing-masing.

Nuan-lah yang akhirnya berhasil merebut Wati. Itu terjadi setelah pemerintah melakukan kebijaksanaan rasionalisasi dengan menggabungkan seluruh kesatuan pejuang ke dalam TNI. Oleh kebijaksanaan pemerintah itu, pangkat semua perwira di luar TNI diturunkan dua tingkat. Nuan mendapat tugas baru sebagai staf pada bagian logistik, sedang Nain dalam kesatuan tempur di front. Keduanya tetap sama membanggakan tugasnya masing-masing kepada Wati, meski pedang samurai dan kaplars tidak lagi berhak mereka pakai.

Ayah Wati berpandangan praktis dalam menenetapkan siapa yang akan jadi jodoh anaknya. Katanya: “Perwira bagian logistik akan lebih menjamin kebutuhan hidup rumah tanggamu. Sedangkan perwira di front lebih memungkinkan kau cepat jadi janda.”

“Padahal engkau membalas ciumanku. Tapi Nuan yang kau jadikan suami.” tempelak Nain kepada Wati.

“Apa dayaku, kalau ayah mau Nuan?” jawab Wati dengan nada yang memelas.

Nain sudah terlatih bersikap radikal, baik karena ikut Tentera Merah, maupun lama di front, Wati dirangkulnya erat. Dan mereka bergumul dengan dada masing-masing bergemuruh. Dan ketika akan melampaui tapal batas, Wati sadar bahwa dia telah jadi isteri Nuan. Pergumulan pun reda. Semenjak itu mereka tidak pernah bertemu lagi. Karena kesatuan Nain sering berpindah-pindah dari satu pulau ke pulau lain yang dilanda kemelut militer akibat para perwira tidak puas terhadap kebijaksanaan politik kemeliteran sehabis revolusi. Yaitu menerima pasukan KNIL dengan kepangkatan yang utuh, tapi menurunkan pangkat dua tingkat pasukan yang berjuangan.

Ketika kemelut militer berjangkit dalam bentuk peristiwa PRRI, sekali lagi kesatuan Nain ditugaskan menumpasnya. Sedangkan Nuan yang ikut PRRI mundur ke hutan. Tapi Wati tinggal di kota. Ketika Nain datang mendapati Wati, yang ketika itu telah beranak dua, api dalam dada keduanya menyala lagi. Mereka bergumul lagi. Berulang kali. Api dalam dada Nain bercampur aduk dendam antara cinta tercuri dengan permusuhan idiologi dengan saudara kembarnya. Menurut Wati, meski bernafsu dia hanya menjalaninya dengan perimbangan: daripada melayani prajurit lain yang lagi mabuk kemenangan, lebih baik menerima Nain yang sekaligus menjadi pelindung. Pikiran dan perasaan yang berancuan moral, dia tekan jauh ke dalam lubuk hatinya. Bila mengambang menjadi jeritan, diredam oleh keharusan berdamai dengan situasi.

Akhirnya setelah kalah perang, Nuan kembali bergabung ke TNI dengan pangkat baru yang diturunkan lagi dua tingkat, menjadi pembantu letnan. Dia bertatapan dengan Nain yang sudah kapten yang menang perang, dihadapan Wati. Sebentar, ya, sebentar saja mereka sama terpaku saling memandang, lalu mereka berangkulan sebagai dua orang saudara kembar. Tak berkata sepatahpun. Dan Wati lari ke ruang belakang dan terus ke rumah sebelah. Lari dari keadaan yang tak tertanggungkan bila meledak. Dia tak muncul lagi sampai kedua laki-laki itu pergi.

Pada mulanya perasaan, lalu dugaan, akhirnya dia yakin bahwa antara Wati dan Nain ada main. Hatinya luka, lalu dia marah dan kemudiannya benci yang membuahkan dendam yang tidak akan terhapus. Tapi dia adalah prajurit yang perangnya kalah. Yang kini menjadi pembantu letnan setelah pangkatnya diturunkan oleh sejarah. Di sebelah sana adalah Nain, yang menjadi kapten karena perangnya menang. Karena kemenangan itu dia meniduri Wati, isteri saudara kembarnya.

“Khianat. Semuanya khianat.” teriaknya berulang-ulang.

Tapi dia seorang prajurit yang kalah perang. Apa yang dapat dilakukan oleh orang kalah perang? Bagi Nuan tidak lain daripada selain kalah dan seterusnya menerimanya tanpa dapat berbuat apa-apa, bahkan berpikir apapun. Dengan perasaan itu dia menerima Wati kembali yang membawa kedua anak mereka.

“Wati toh perempuan yang dikalahkan sejarah.” katanya mendamai-damaikan sisa gejolak di hatinya.

Tiba-tiba letak panggung sejarah berobah. Pemberontakan kaum komunis pun pecah. Nain yang kapten dan baru diangkat jadi mayor ikut komunis. Kini dialah yang dikalahkan. Ditangkap lalu dipenjarakan. Sesudut hatinya bersorak. “Kamu rasakan kini menjadi orang yang kalah.” Tapi Nain adalah saudara kembarnya yang lahir dari perut ibu yang sama. Jadi berbeda idiologi karena berbeda kereta tumpangan yang disediakan sejarah. Haruskah membalas dendam karena Wati ditiduri Nain, lalu meniduri Inna, isteri Nain, yang cantik dan lebih muda, yang kini menumpang di rumahnya?

Tidak. Dia tidak dapat melakukannya. Inna adalah isteri saudara kembarnya. Mengapa dia harus membalas dendam kepada saudara kembarnya sendiri yang kini tengah mengalami siksa akibat idiologinya sendiri. Akan tetapi ketika dia ingat Wati pernah mengkhianatinya, luka hatinya menganga. Ditinggalkannya Wati yang lagi berbaring di sisinya. Dia pergi ke kamar Inna dengan nafsu dendam yang menyala-nyala kepada Wati.

Namun Nuan hanya tegak termangu melihat Inna membuka baju sambil tersedu. Lalu dia keluar sambil membanting pintu, menyusuri jalan raya yang gelap karena listrik sudah lama mati oleh mesin sentralnya sudah lama rusak.

“Sudah lama sekali, ya, kita tidak ketemu?” kata salah seorang setelah sama menopang dagu ke pagar geladak kapal sambil memandang ke gelombang laut lepas.

“Ya, sudah lama sekali.”

“Tiba-tiba saja kita telah menjadi tua.”

“Meski begitu, kita tidak bisa betul-betul lupa.”

“Memang.”

Kayutanam, 6 Januari 1996