nurjadinrusmin.blogspot.com # slide 1 title

Penddikan, Seni dan Teknologi.

nurjadinrusmin.blogspot.com # 2 title

Penddikan, Seni dan Teknologi.

nurjadinrusmin.blogspot.com # slide 3 title

Penddikan, Seni dan Teknologi.

nurjadinrusmin.blogspot.com # slide 4 title

Penddikan, Seni dan Teknologi.

nurjadinrusmin.blogspot.com # slide 5 title

Penddikan, Seni dan Teknologi.

Rabu, 26 November 2014

SELAMATKAN DIRIMU GURU

X Mipa B - Sinar Cendekia Islamic Senior High School

Guru berasal dari Bahasa Sanskerta, merupakan gabungan dari dua kata 'gu' dan 'ru', yang berarti kegelapan (darknes) dan terang (light). Seorang guru membawa kita dari ketidaktahuan menjadi tahu, mengubah kita dari tidak paham menjadi paham.  (Kusmayanto Kadiman - Rektor ITB 2001-2004 & Menristek RI 2004-2009)

Kutipan tersebut saya ambil dari catatan sbuku laris yang di tulis oleh Jansen Sinamo yang berjudul "8 Etos Keguruan"  hal tersebut sangat menggelitik terutama bagi kita yang mendedikasikan hidup sebagai "guru" (sekolah dasar, perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan formal atau luar sekolah lainnya). Sudah benar dan sudah pahamkah kita (guru) dalam menjalankan tugas mulia kita tersebut, telah berhasilkah kita dalam membawa siswa-siswa kita dari kegelapan menuju terang, dari tidak tahu menjadi tahu, kalaupun sudah apakah cara yang kita lakukan benar-benar tepat, tepat benar atau tidak kedua-duanya?

Maka dari itu, penting kiranya di peringatan Hari Guru 2014 ini kita memahami tentang tugas dan peran kita sebagai guru yang senantiasa terus berupaya untuk mengembangkan diri dan meningkatkan keprofesionalitasan kita agar dapat menghasilkan generasi-generasi terbaik untuk bangsa dengan menulis catatan-catan pendek tentang sejarah, masa kini dan masa depan yang bisa kita baca dan kita jadikan bahan analisa serta evaluasi diri.
  
Sejarah Hari Guru Nasional
Pemerintah Republik Indonesia menetapkan 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994 dan mulai diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.

100 hari pasca reformasi 25 November 1945 juga ditetapkan sebagai hari lahir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Cikal bakal PGRI sudah ada sejak tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang bersifat unitaristik dan beranggotakan para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Selain PGHB yang anggotanya terdiri dari guru-guru yang mengajar di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda,  mulai lahir dan berkembang pula organisasi lain dengan corak keaagamaan, kebangsaan, dan sebagainya.  

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan mulai lahir dari para guru dengan diubahnya nama PGHB menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) setelah dua dekade berselang. Perubahan yang sangat mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata "Indonesia" yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disukai oleh Belanda sedangkan kata "Indonesia" sebaliknya sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia kala itu.

Semangat perjuangan para guru terus "berkobar" dengan mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda yang hasil dari kobaran semangat tersebut antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia.

Kesadaran dan cita-cita  perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”

Setelah pendudukan Jepang di Indonesia PGI tidak dapat melakukan aktivitas karena semua organisasi dan sekolah-sekolah ditutup. Namun semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi dasar PGI untuk menggelar Kongres Guru Indonesia pada 24–25 November 1945 di Surakarta. Segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan.

Di dalam kongres inilah, tepatnya pada 25 November 1945, PGRI didirikan dan sebagai penghormatan kepada para guru, pemerintah menetapkan hari lahir PGRI tersebut sebagai Hari Guru Nasional dan diperingati setiap tahun.

Tuntuan Guru dalam Pendidikan Masa Kini
Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah guru. Betapapun kemajuan teknologi yang terus mendorong dan mendukung setiap individu dapat belajar secara mandiri karena tersedianya berbagai ragam alat bantu atau media pembelajaran yang dapat diakses secara langsung (internet, dll), namun posisi guru tetap tak tergantikan sebagai variabel terpenting dalam menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan.

Guru memiliki peran yang amat besar untuk mengubah seorang anak dari gelap gulita menuju terang terang benderang, dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari kebutaan aksara menjadi seseorang yang pintar dan pandai baca tulis, alfabetikal maupun fungsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi pribadi yang madiri, menjadi tokoh kebangsaan komunitas dan bangsanya. Tetapi tentu guru yang demikian bukanlah guru sembarang guru, pastinya ia adalah guru yang memmiliki profesionalisme tinggu sehingga bisa "digugu dan ditiru". Semoga kita termasuk diantaranya.... AMIN !!!

Tuntudan pendidikan masa kini tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan masa depan, dimana guru dalam melaksanakan tugasnya dituntut agar dapat bekerja profesional. Dalam refrensi buku-buku pendidikan dan keguruan diantaranya menjelaskan bahwa guru yang profesional harus memiliki kualifikasi dan atau ciri-ciri tertentu. Kualifikasi dan ciri-ciri dimaksud adalah: (a) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, (b) harus berdasarkan atas kompetensi individual, (c) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (d) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, (e) adanya kesadaran profesional yang tinggi, (f) memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik), (g) memiliki sistem seleksi profesi, (h) adanya militansi individual, dan (i) memiliki organisasi profesi.

Dari ciri-ciri guru profesional tersebut, menyadarkan kita bahwa untuk menjadi guru tidaklah bisa datang dari mana saja tanpa melalui sistem pendidikan profesi dan seleksi yang baik. Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai kerja sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter. Inilah salah satu permasalag yang menjadi "pekerjaan rumah" kita bersama dalam perbaikan mutu pendidikan masa kini.

Tanggung jawab sebagai seorang guru tentunya sangatlah kompleks. sebagai seorang guru, hendaknya terus dan harus membekali dirinya dengan pemahaman tentang filsafat pendidikan secara baik dibarengi dengan pemahaman terhadap peserta didik secara mendalam, serta penguasaan strategi pembelajar dan bahan ajar. Guru hendaknya dapat memposisikan dirinya sebagai guru (pendidik) yang baik bukan sebagai 'tukang ngajar' semata. Sehingga mutu pendidikan tidak hanya dapat diilihat pada lembar hasil tes secara tertulis tetapi juga terefleksikan dalam perilaku melalui pengembangan karakter dan kecakapan intekektual. 

Indonesia dan Revolusi "Katanya"
Mengatasi kompleksnya persoalan pendidikan Indonesia masa kini, maka 'revolusi' haruslah benar-benar segera dimulai bukan hanya sekedar seruan atau rencana tanpa hasil atau sekedar isapan belaka. Rencana yang baik mendukung tercapainya hasil yang baik, maka 'membunuh' revolusi yang hanya sekedar katanya saja adalah hal yang harus disegerakan.

Senada dengan gerakan revolusi mental yang saat ini diserukan, oleh pemenang kompetisi pemilihan presiden yang lalu. Maka menangkap isi atau pesan dari seruan tersebut dengan segera tentunya bukanlah suatu kesalahan, dimana revolusi mental kita bisa tangkap sebagai seruan serius terkait pembangunan karakter bangsa, dan guru memiliki peranan serius dalam hubugan dan interaksinya dengan generasi penerus bangsa baik di kelas atau di luar kelas dan di mana saja dalam mencapai isi atau maksud dari revolusi tersebut, sehingga dapat meretas dan terbebasnya bangsa dari perbudakan mental.

Upaya tersebut tentunya haruslah kita mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan dan negara yang bisa diwujudkan melalui revolusi etos kerja keguruan (baca; 8 etos keguruan), revolusi mengajar yang inovatif dan kreatif.

SELAMAT HARI GURU, SEMOGA KITA TERUS MENJADI PEMBELAJAR YANG BAIK UNTUK  MENJADI GURU YANG "BENAR-BENAR GURU BENAR".

Daftar Pustaka
1. Sinamo, Jansen. 2010. 8 Etos Keguruan. Jakarta : Institute Dharma Mahardika.
2. Kolom Pendidikan dan Kebudayaan Harian Umum Kompas, Edisi 26 November 2014

Rabu, 16 Juli 2014

PALESTINA DARAH-DARAH

Sumber gambar: http://yasminhellyeah.blogspot.com/2011/03/palestina.html
















Untuk Palestina yang siang kemarin berdarah-darah
Kabarnya, dilayar kaca rumah-rumah
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (Al-Maidah 82)

Untuk Palestina yang siang kemarin berdarah-darah
Ibu-ibu, kehilangan anak-anaknya
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (Al Baqaroh 120)

Untuk Palestina yang siang kemarin berdarah-berdarah
Anak-anak, kehilangan bapak-bapaknya
“Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kami pun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu…” (Al-Hasyr 11)

Untuk Palestina yang siang kemarin berdarah-darah
Ku sertai munajah di sela berbuka untukmu merdeka

Di balik kaca bukan rumah, 18 Ramadhan 1435H

Selasa, 08 Juli 2014

RANAH KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN “TAKSONOMI BLOOM”

A.      LATAR BELAKANG
Pada hakikatnya belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada  diri seseorang. Seseorang menjadi dewasa karena dia telah melewati  sebuah proses  yang direncanakan maupun tidak direncanakan. Mereka belajar sesuatu dari berbagai aspek  kehidupan  baik  itu  formal  maupun  nonformal.  Dengan  belajar  seseorang diharapkan  menjadi  manusia  yang  sesungguhnya,  atau  didalam  konsep  pendidikanIslam  dinamakan  manusia  yang  berkepribadian  kaffah/insan  kamil  atau  manusia paripurna.  Salah  satu  indikator  manusia  kaffah  selain  memiliki  kecerdasan  adalah memiliki perilaku yang baik (akhlakul karimah), mungkin inilah yang dirasa cukup berat oleh  para  pendidik  karena  pada  kenyataannya  proses  belajar  belum  mampu sepenuhnya mencapai hal tersebut. 
Proses  pembelajaran  yang  terjadi  pada  umumnya  adalah  seseorang  lebih  banyak dituntut  untuk  mendengarkan  dari  pada  aktif  atau  kreatif,  mereka  hanya  dijadikan obyek  dalam  belajar  hal  ini  terjadi  dari  jenjang  pendidikan  tingkat  dasar  sampai menengah atas, hampir 12  tahun mereka belajar  seperti itu, maka tidak heran ketika memasuki  perguruan tinggi mereka  tidak  siap  dengan metode  belajar mandiri.  Pada dasarnya  proses  pendidikan  itu  berkesinambungan  artinya  proses  pendidikan sebelumnya  akan  memengaruhi  proses  pendidikan  selanjutnya,  oleh  karenanya student  centre siswa  merupakan  subyek  dalam  pembelajaran  harus benar-benar  diterapkan  oleh  para  pendidik  disemua  jenjang  pendidikan  karena  hal tersebut  akan  berpengaruh  terhadap  cara  mereka  belajar  dijenjang  berikutnya.
Ketidaksiapan  seseorang  dalam  memasuki  perguruan  tinggi  juga  dikarenakan  faktor mindset   atau  cara  pandang  seseorang  dalam  memaknai  belajar.  Sedikitnya  ada beberapa potensi yang harus dikembangkan dalam proses  belajar diantaranya aspek pemahaman,  penerapan,  analisis,  dituntut  untuk  dapat  mengingat,  memahami,  menganalisis  dan  menyimpulkan  serta menerapkan  sebuah  teori  dalam  permasalahan  yang  sesungguhnya,  dengan  itu mereka  diharapkan  menjadi  seorang  pembelajar  aktif,  kritis  serta  reaktif  terhadap feeling-minding,  cita  rasa,  kemauan,  kecintaan,  sikap,  sistem  nilai  serta minat  yang tinggi terhadap proses belajar sehingga mereka dapat menghargai proses belajar serta dapat  mengintegrasikan  nilai-nilai  yang  dianutnya  dalam  kehidupan  sehari-hari.
Berikutnya aspek psikomotorik  dimana mahasiswa  dapat mempraktikkan  kompetensi atau keahliannya dalam dunia kerja, wirausaha dan kehidupan bermasyarakat. Proses belajar seperti ini harus  didukung oleh seluruh  stakeholder kampus khususnya dosen yang  bertindak  sebagai  pembimbing,  patner,  serta  motivator  bagi  seluruh mahasiswanya.
Untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah tersebut erat sekali dan bahkan tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar. Benjamin S. Bloom berpendapat bahwa pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
a)      Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b)      Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c)      Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar.   

B.       RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar makalah fokus pembahasan dalam pembahasan makalah adalah:
1.      Bagaimanakah taksonomi dalam pembelajaran dan taksonomi Bloom?
2.      Bagaimanakah domain taksonomi kognitif Bloom?
3.      Bagaimanakah domain taksonomi domain Afektif Bloom?
4.      Bagaimanakah domain taksonomi domain Psikomotor Bloom?

C.      PEMBAHASAN
1.      Taksonomi dalam Pembelajaran dan Taksonomi Bloom
Taksonomi  berasal  dari  bahasa  Yunani  tassein  berarti  untuk  mengklasifikasi  dan nomos yang berarti  aturan.  Taksonomi  berarti  klasifikasi  berhirarki  dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian-kejadian  sampai  pada  kemampuan  berpikir  dapat  diklasifikasikan  menurut beberapa  skema  taksonomi. Taksonomi  tujuan pembelajaran adalah  pengelompokan tujuan  pembelajaran  dalam  kawasan  kognitif,  afektif  dan  psikomotorik.  Tujuan pembelajaran  merupakan  salah  satu  aspek  yang  perlu  dipertimbangkan  dalam melaksanakan  pembelajaran,  karena  segala  kegiatan  pembelajaran  bermuara  pada  tercapainya tujuan tersebut. Agar  proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik,  maka  seorang  guru  dituntut  untuk  mampu  menyusun  dan  merumuskan  tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Kendati demikian, dalam kenyataan di lapangan saat ini, tampaknya  kita masih dapat menemukan permasalahan yang  dihadapi  guru (calon guru) dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dilakukannya, yang berujung  pada  inefektivitas  dan  inefesiensi  pembelajaran.  Taksonomi  adalah  suatu klasifikasi  atau  pengelompokan  benda  menurut  ciri-ciri  tertentu.  Dalam  bidang pendidikan, taksonomi digunakan untuk mengklasifikasikan tujuan instruksional.
Taksonomi  Bloom  memiliki  hirarki  yang  paling  banyak  (6  hirarki),  baik  yang  belum direvisi  maupun  yang  sudah  direvisi. 
Taksonomi  Bloom  pertama  kali  disusun  oleh  Benjamin  S.  Bloom  pada  tahun  1956. Dalam  hal  ini,  tujuan  pendidikan  dibagi  menjadi  beberapa  domain  (ranah,  kawasan) dan  setiap  domain  tersebut  dibagi  kembali  ke  dalam  pembagian  yang  lebih  rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu: 

2.      Cognitive Domain (Ranah Kognitif) 
Ranah  Kognitif  berisi  tentang  perilaku-perilaku  yang  menekankan  aspek  intelektual,  seperti  pengetahuan,  pengertian,  dan  keterampilan  berpikir.  Indikator  kognitif proses merupakan  perilaku  (behavior)  siswa  yang  diharapkan  muncul  setelah melakukan serangkaian kegiatan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Selain ranah  afektif  dan  psikomotorik,  hasil  belajar  yang  perlu  diperhatikan  adalah  dalam ranah kognitif.  Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu dalam dirinya apabila telah  terjadi  perubahan,  akan  tetapi  tidak  semua  perubahan  terjadi.  Hasil  belajar merupakan  pencapaian  tujuan  belajar  dan  hasil  belajar  sebagai  produk  dari  proses belajar.  Perilaku  ini  sejalan  dengan  keterampilan  proses  sains,  tetapi  yang karakteristiknya  untuk  mengembangkan  kemampuan  berfikir  siswa. Indikator  kognitif produk berkaitan  dengan  perilaku  siswa  yang  diharapkan  tumbuh  untuk  mencapai kompetensi  yang  telah  ditetapkan.  Indikator  kognitif  produk  disusun  dengan menggunakan kata kerja operasional aspek kognitif. 
Dalam  Taksonomi Bloom  yang direvisi  oleh David  R. Krathwohl  di  jurnal Theory into Practice,  aspek  kognitif  dibedakan  atas  enam  jenjang  yang  diurutkan  seperti  pada gambar berikut ini.
   
Gambar Hieraki Ranah Kognitif Menurut Revisi Taksonomi Bloom
 Masing-masing tingkatan dijelaskan seperti berikut ini :
1).  Knowledge / Remember (C1)
Mengingat  merupakan  proses  kognitif  paling  rendah  tingkatannya.  Untuk dapat menjadi bagian belajar bermakna, maka tugas  mengingat  hendaknya  selalu  dikaitkan  dengan  aspek  pengetahuan  yang lebih  luas  dan  bukan  sebagai  suatu  yang  lepas  dan  terisolasi.  Kategori  ini mencakup  dua  macam  proses  kognitif  yaitu  mengenali  (recognizing)  dan mengingat.  Beberapa  kata  kerja  operasional  yang  berkaitan  dengan  mengingat antara  lain  Mengetahui,  Mengutip,  Menjelaskan,  Menggambar,  Menyebutkan, Membilang,  Mengidentifikasi,  Memasangkan,  Menandai,  Menamai,  Mengutip, Menyebutkan,  Menjelaskan,  Menggambar,  Membilang,  Mengidentifikasi, Mendaftar,  Menunjukkan,  Memberi  label,  Memberi  indeks,  Memasangkan, Menamai,  Menandai,  Membaca,  Menyadari,  Menghafal,  Meniru,  Mencatat, Mengulang,  Mereproduksi,  Meninjau,  Memilih,  Menyatakan,  Mempelajari, Mentabulasi, Memberi kode, Menelusuri, Menulis.



2). Comprehension / Understanding (C2) 
Pertanyaan pemahaman menuntut siswa agar dapat menunjukkan bahwa mereka telah  mempunyai  pengertian  yang  memadai  untuk  mengorganisasikan  dan menyusun  materi-materi  yang  telah  diketahui.  Siswa  harus  memilih  fakta-fakta yang cocok untuk menjawab pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali  informasi,  namun  harus  menunjukkan  pengertian  terhadap  materi  yang diketahuinya.  Kata  kerja  operasional  yang  berkaitan  dengan  memahami  antara lain  Menafsirkan,  Meringkas,  Mengklasifikasikan,  Membandingkan,  Menjelaskan, Membeberkan,  Memperkirakan,  Menjelaskan,  Mengkategorikan,  Mencirikan, Merinci,  Mengasosiasikan,  Membandingkan,  Menghitung,  Mengkontraskan, Mengubah,  Mempertahankan,  Menguraikan,  Menjalin,  Membedakan, Mendiskusikan,  Menggali,  Mencontohkan,  Menerangkan,  Mengemukakan, Mempolakan,  Memperluas,  Menyimpulkan,  Meramalkan,  Merangkum, Menjabarkan.

3). Application / Applying (C3) 
Pertanyaan  penerapan  mencakup  penggunaan  suatu  prosedur  untuk menyelesaikan  masalah  atau  mengerjakan  tugas.  Oleh  karena  itu, mengaplikasikan  berkaitan  erat  dengan  pengetahuan  prosedural.  Namun  tidak berarti  bahwa  kategori  ini  hanya  sesuai  untuk  pengetahuan  prosedural  saja. Kategori  ini  mencakup  dua  macam  proses  kognitif  yaitu  menjalankan  dan mengimplementasikan.  Kata  kerja  oprasionalnya  antara  lain  Melaksanakan, Menggunakan,  Menjalankan,  Melakukan,  Mempraktekan,  Memilih,  Menyusun, Memulai,  Menyelesaikan,  Mendeteks,  Menugaskan,  Mengurutkan,  Menerapkan, Menyesuaikan,  Mengkalkulasi,  Memodifikasi,  Mengklasifikasi,  Menghitung, Membangun  ,  Membiasakan,  Mencegah,  Menentukan,  Menggambarkan, Menggunakan,  Menilai,  Melatih,  Menggali,  Mengemukakan,  Mengadaptasi, Menyelidiki,  Mengoperasikan,  Mempersoalkan,  Mengkonsepkan,  Melaksanakan, Meramalkan,  Memproduksi,  Memproses,  Mengaitkan, Menyusun, Mensimulasikan, Memecahkan, Melakukan, Mentabulasi, Meramalkan.

4).  Analysis / Analysing (C4)
Pertanyaan  analisis  menguraikan  suatu  permasalahan  atau  obyek  ke  unsur-unsurnya  dan  menentukan  bagaimana  saling  keterkaitan  antar  unsur-unsur tersebut.  Kata  kerja  oprasionalnya  antara  lain  Menguraikan,  Membandingkan, Mengorganisir,  Menyusun  ulang,  Mengubah  struktur,  Mengkerangkakan, Menyusun  outline,  Mengintegrasikan,  Membedakan,  Menyamakan, Membandingkan,  Mengintegrasikan,  Menganalisis,  Mengaudit,  Memecahkan, Menegaskan,  Mendeteksi,  Mendiagnosis,  Menyeleksi,  Merinci,  Menominasikan, Mendiagramkan,  Megkorelasikan,  Merasionalkan,  Menguji,  Mencerahkan, Menjelajah,  Membagankan,  Menyimpulkan,  Menemukan,  Menelaah, Memaksimalkan,  Memerintahkan,  Mengedit,  Mengaitkan,  Memilih,  Mengukur, Melatih, Mentransfer

5).  Sintesis  / Evaluation (C5) 
Teori Bloom Sebelum direvisi
Dengan  kata  kerja  operasional     Mengabstraksi,  Mengatur,  Menganimasi, Mengumpulkan,  Mengkategorikan,  Mengkode,  Mengombinasikan,  Menyusun, Mengarang,  Membangun,  Menanggulangi,  Menghubungkan,  Menciptakan, Mengkreasikan,  Mengoreksi,  Merancang,  Merencanakan,  Mendikte, Meningkatkan,  Memperjelas,  Memfasilitasi,  Membentuk,  Merumuskan, Menggeneralisasi,  Menggabungkan,  Memadukan,  Membatas,  Mereparasi, Menampilkan, Menyiapkan Memproduksi, Merangkum, Merekonstruksi.

Teori Bloom Setelah direvisi
Mengevaluasi  adalah  membuat  suatu  pertimbangan  berdasarkan  kriteria  dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif  yang tercakup dalam kategori ini adalah memeriksa  dan mengkritik.  Kata  operasionalnya antara lain Menyusun hipotesis,  Mengkritik,  Memprediksi,  Menilai,  Menguji,  Membenarkan, Menyalahkan.

6).  Evaluation /  Creating (C6) 
Teori Bloom Sebelum direvisi
Dengan  kata  kerja  operasional    Membandingkan,  Menyimpulkan,  Menilai, Mengarahkan,  Mengkritik,  Menimbang,  Memutuskan, Memisahkan, Memprediksi, Memperjelas,  Menugaskan,  Menafsirkan,  Mempertahankan,  Memerinci, Mengukur,  Merangkum,  Membuktikan,  Memvalidasi,  Mengetes,  Mendukung, Memilih, Memproyeksikan 

Teori Bloom Setelah direvisi
Membuat  adalah  menggabungkan  beberapa  unsur  menjadi  suatu  bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini yaitu Membuat, Merencanakan, dan Memproduksi. Kata kerja oprasionalnya antara lain Merancang,  Membangun,  Merencanakan,  Memproduksi,  Menemukan, Membaharui, Menyempurnakan, Memperkuat, Memperindah, Menggubah.

3.      Ranah Afektif
Indikator pada ranah  afektif merupakan sikap yang diharapkan saat dan setelah siswa melakukan  serangkaian  kegiatan  pembelajaran.  Dalam  pembelajaran  IPA,  indikator afektif  berkaitan  dengan  salah  satu hakekat  IPA  yaitu  sikap  ilmiah. Oleh karena  itu, indicator  afektif  disusun  dengan  menggunakan  kata  kerja  operasional  dengan  objek sikap  ilmiah.  Beberapa  contoh  sikap  ilmiah  adalah  :  berlaku  jujur,  peduli, tanggungjawab  dan  lain-lain.    Selain  itu,  indikator  Afektif  juga  perlu  memunculkan keterampilan social misalnya : bertanya, menyumbang ide atau berpendapat, menjadi pendengar  yang  baik,  berkomunikasi  dan  lain  sebagainya.  Beberapa  hal  yang berkaitan dengan ranah afektif antara lain :
1)      Menerima  (A1) :  Memilih,  Mempertanyakan,  Mengikuti,  Memberi,  Menganut, Mematuhi, Meminati
2)      Menanggapi (A2) : Menjawab,  Membantu,  Mengajukan,  Mengompromika, Menyenangi,  Menyambut,  Mendukung,  Menyetujui,  Menampilkan,  Melaporkan, Memilih, Mengatakan, Memilah, Menolak.
3)      Menilai  (A3) : Mengasumsikan, Meyakini, Melengkapi, Meyakinkan, Memperjelas, Memprakarsai, Mengimani,  Mengundang,  Menggabungkan,  Mengusulkan, Menekankan, Menyumbang.
4)      Mengelola (A4) : Menganut,  Mengubah,  Menata,  Mengklasifikasikan, Mengombinasikan,  Mempertahankan,  Membangun,  Membentuk  pendapat, Memadukan, Mengelola, Menegosiasi, Merembuk.
5)      Menghayati (A5) : Mengubah  perilaku,  Berakhlak  mulia,  Mempengaruhi, Mendengarkan,  Mengkualifikasi,  Melayani,  Menunjukkan,  Membuktikan, Memecahkan.

4.      Ranah Psikomotor
Indikator psikomotorik  merupakan perilaku (behavior)  siswa yang  diharapkan  tampak setelah  siswa  mengikuti  pembelajaran  untuk  mencapai  kompetensi  yang  telah ditetapkan.  Selama  proses  pembelajaran  IPA,  diperlukan  kegiatan  yang  berkaitan dengan  percobaan,  penemuan  atau  pembuktian  konsep.  Kegiatan  ini  melibatkan aktivitas  fisik, misalnya merangkai,  mengukur, membuat  dan  lain sebagainya.  hal-hal yang berkaitan dengan ranah Psikomotor, antara lain :
1)      Menirukan  (P1)  : Mengaktifkan,  Menyesuaikan,  Menggabungkan,  Melamar, Mengatur,  Mengumpulkan,  Menimbang,  Memperkecil,  Membangun,  Mengubah, Membersihkan, Memposisikan, Mengonstruksi.
2)      Memanipulasi  (P2)  : Mengoreksi,  Mendemonstrasikan,  Merancang,  Memilah, Melatih,  Memperbaiki,  Mengidentifikasikan,  Mengisi,  Menempatkan,  Membuat, Memanipulasi, Mereparasi, Mencampur.
3)      Pengalamiahan  (P3)  : Mengalihkan,  Menggantikan,  Memutar,  Mengirim, Memindahkan, Mendorong, Menarik, Memproduksi, Mencampur, Mengoperasikan, Mengemas, Membungkus.
4)      Artikulasi  (P4)  : Mengalihkan,  Mempertajam,  Membentuk,  Memadankan, Menggunakan,  Memulai,  Menyetir,  Menjeniskan,  Menempel,  Menseketsa, Melonggarkan, Menimbang.

D.      KESIMPULAN
Dari  pembahasan  diatas  tentang  ranah  kognitif  dalam  pembelajaran,  dapat disimpulkan bahwa :
Pembelajaran  merupakan kegiatan  interaktif dan  timbal  balik antara  pendidik  dan peserta didik. Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan maka seorang pendidik seharusnya  menyiapkan  berbagai  kebutuhan  sebalum  mengajar  termasuk kebutuhan  setelah  mengajar.  Merancang,  melaksanakan,  dan  mengevaluasi pembelajaran  merupakan  kegiatan wajib yang harus dilakukan oleh  guru. Dengan demikian  guru  dapat  berkreasi  dan  berinovasi  pada  kelasnya  dengan  teori  yang mendasari  proses  pembelajaran tersebut.  Tujuan dari  pembelajaran  adalah  untuk membantu  siswa  untuk  memahami  konsep  utama  pada  suatu  topik  atau  mata pelajaran.    Kemampuan  berpikir  merupakan  faktor  penting  dalam  proses pembelajaran  siswa.  Kemampuan berpikir  seseorang dapat dikembangkan melalui belajar, bertanya pada  diri sendiri, memiliki keinginan untuk menghasilkan sesuatu yang  baru,  berkemauan  memanfaatkan  sesuatu  yang  ada  di  sekitar,  sehingga menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya maupun bagi orang lain.
 
E.       DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Penilaian Pendidikan Edisi
Kedua. Bumi Aksara : Jakarta.

Bloom, Benjamin S, dkk. 1965. Evaluation to improve Learning.

Joyce, B., &  Weil, M. 2003. Model of Teaching. Allyn & Bacon :
Massachusetts.

Schunk,  D.H.  2012.  Learning  Theories  An  Educational  Perspective, 
Sixth  Edition. Pearson Publishing : Boston.